"Hore! Liburan!" seru Peter dengan gembira. Ia berlari masuk ke dapur, lewat pintu belakang Tas sekolahnya dilemparkan begitu saja, mengenai sebuah kursi. Kebetulan kucing dapur sedang tidur di situ. Kucing itu mengeong ketakutan, lalu lari pontang-panting ke luar lewat jendela terbuka.
"Kenapa Pus Kautakut-takuti?" tukas juru masak. Ia sedang sibuk menggiling adonan untuk membikin perkedel. "Kasihan, ia tadi sedang enak-enak tidur. Rupanya capek, karena semalaman rajin menangkap tikus dalam lumbung!"
"Aku tidak tahu ia ada di situ," kata Peter. "Sungguh, aku tidak tahu. Aku boleh minta selai sedikit, Cookie?"
"Tidak boleh," tukas juru masak. Nama panggilannya Cookie. "Mana adikmu? Aduh.. aduh, sudah liburan lagi sekarang! Kalian berdua pasti akan tidak berhenti-henti keluar-masuk dapur. Wah, payah!"
"Jangan begitu dong, Cookie manis. Kan akan ada dua anak yang bisa disuruh-suruh, yang rajin membersihkan sisa makanan dalam panci dan tidak bosan mengatakan kue apel Anda yang paling enak di dunia,” kata Peter membujuk. "Belum lagi...."
"Ya- belum lagi yang suka mengambil kue dari dalam kaleng, terus-menerus minta kismis, minta limun, minta...."
Saat itu Janet, adik Peter, masuk bergegas-gegas. Ia merangkul Cookie dan mengecupnya.
"Makan apa kita nanti?" tanyanya sekaligus. "Kalian ini, ingatannya cuma makan terus," kata Cookie menggerutu, sementara tangannya sibuk mengaduk adonan. "Lebih baik masuk dulu. Ibu ada di kamar duduk, bersama Bibi Lou yang baru saja datang. Aku tahu, bagaimana Bibi - pasti membawa oleh-oleh untuk kalian!"
Peter dan Janet bergegas masuk ke kamar duduk. Mereka sangat sayang pada Bibi Lou. Peter dan Janet merangkul dan mengecupnya, lalu bercerita bahwa liburan sekolah sudah dimulai.
"Jadi kapan-kapan kami akan bisa datang ke tempat Bibi," kata Peter.
"Kau ini bagaimana, Peter!" tukas Ibu. "Masa mengundang diri sendiri? Dan kenapa lututmu itu? Bukan main kotornya! Orang yang melihat pasti menyangka dalam perjalanan pulang dari sekolah tadi kau sengaja merangkak di lumpur."
"Baiklah, akan kucuci dengan segera," kata Peter. Ia sendiri kaget melihat lututnya begitu kotor. "Sungguh, Bu - aku juga tidak tahu apa sebabnya ...."
"Sini, sekarang saja kuberikan hadiah liburan untuk kalian," kata Bibi Lou. "Aku tak bisa menunggu sampai lututmu sudah dicuci bersih, karena nanti bis sudah berangkat. Kalian tentunya masih suka coklat, ya?"
Sambil berkata begitu, Bibi Lou menyodorkan sebuah kaleng yang besar sekali. Mata Peter dan Janet sampai terbelalak melihatnya. Bayangkan, coklat sebanyak itu - untuk mereka sendiri!
"Aku tahu, kalian kan punya perkumpulan," kata Bibi lagi. "Kalau tidak salah, anggotanya tujuh atau delapan anak, kan? Nah, coklat sekaleng ini sumbanganku, untuk dimakan dalam rapat yang berikut."
Peter membuka tutup kaleng. Matanya semakin membesar, keasyikan.
"Lihatlah, Janet - bermacam-macam jenis biskuit coklat ada di sini! Wah, Bi - aku akan segera mengundang teman-teman berapat. Terima kasih, Bi - Anda benar-benar baik hati. Semuanya ini, benar-benar untuk kami?"
“Untuk kalian serta teman-teman kalian," kata Bibi Lou sambil bangkit. "Nah, sekarang aku harus
bergegas - supaya tidak ketinggalan bis. Yuk, antarkan aku ke halte."
bergegas - supaya tidak ketinggalan bis. Yuk, antarkan aku ke halte."
Peter dan Janet ikut mengantarkan. sampai Bibi Lou sudah naik ke atas bis. Kemudian keduanya bergegas kembali ke kamar duduk, mendatangi biskuit coklat sekaleng penuh.
"Kita memakannya nanti saja, dalam rapat Sapta Siaga,” kata Peter. "Sekarang kita tawarkan pada Ibu dan Cookie. Tapi kita sendiri jangan mengambil. Sudah lama sekali kita tidak mengadakan rapat. Dan dengan hidangan biskuit coklat, rapat pasti akan lancar jalannya."
"Besok saja kita mengadakan rapat," kata Janet dengan gembira. "Aduh, senangnya! Sekarang sudah liburan lagi - kita bisa berapat kembali dalam gudang, dengan lencana dan kata semboyan, lalu...."
Menerima Tanda Jasa ~ Editor by. I-One
0 komentar:
Post a Comment