Loading

Keajaiban Lailatul Qadar - Dzulqarnain M. Sunusi


Lailatul Qadr
Frasa lailatul qadr terdiri dari dua kata, yaitu kata laila dan kata al-qadr. Laila berarti malam hari. Dalam bahasa Arab, penggunaan kata malam hari bermula dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar subuh.

Terkadang, dalam bahasa Arab, kata malam hari digunakan terhadap malam hari bersama siangnya, demikian pula sebaliknya bahwa kata siang hari kadang dimaksudkan dengan siang hari bersama malamnya sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an pada kisah Nabi Zakariya bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :


“(Zakariya) berkata, ‘Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung).’

(Allah) berfirman, ‘Tandanya bagimu adalah kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat.’.” [Âli ‘Imrân: 41]
Dalam ayat di atas, disebut tiga hari, sedangkan pada ayat lain, disebut tiga malam.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :

“(Zakariya) berkata, ‘Wahai Rabb-ku, berilah aku suatu tanda.’ (Allah) berfirman, ‘Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.’.” [Maryam: 10] 

Adapun secara bahasa, al-qadr adalah mashdar yang berasal dari ( َرَ(َ ُرِ(ْ)َ اًرَْ(َ ). Kata ini bisa dibaca al-qadar (huruf dal-nya difathah) bisa juga dibaca al-qadr (huruf dal-nya disukun). Ibnu Faris menerangkan bahwa kata qadr, yang tersusun dari huruf qaf, dal, dan ra, menunjukkan akan jumlah, bentuk, dan akhir sesuatu.

Selain itu, kata al-qadar juga bermakna ketentuan yang sudah diputuskan sebagaimana banyak digunakan dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits. Kata al-qadr juga kadang bermakna penyempitan seperti dalam firman-Nya :

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah berupa harta yang diberikan oleh Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar sesuatu yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [Ath-Thalaq: 7]
Juga dalam firman-Nya :
“Adapun, bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Rabb-ku menghinakanku.’.” [Al-Fajr: 16] 


SEBAB PENAMAAN LAILATUL QADR  
Para ulama membahas penyebab yang menjadikan lailatul qadr disebut dengan nama demikian. Ada beberapa pendapat dalam hal ini yang uraiannya sebagai berikut :
Pendapat pertama, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menakdirkan segala ketentuan yang berkaitan dengan makhluk yang akan terjadi pada tahun itu. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhu dan sejumlah ulama lain. Sebagian ulama menganggap itu sebagai pendapat kebanyakan ahli tafsir.
Pendapat ini bisa dikuatkan dengan firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ :
“Pada malam itu, dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhân: 4] 
Pendapat kedua, dinamakan lailatul qadr karena keagungan dan kemuliaannya.
Dalam bahasa Arab, bila dikatakan bahwa si fulan memiliki qadr, berarti dia memiliki kedudukan dan kemulian. Demikian pendapat Imam Az-Zuhry rahimahullâh dan selainnya. Pendapat ini bisa dipahami dari firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ :
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” [Al-Qadr: 3] 
Ayat di atas menunjukkan keagungan lailatul qadr bahwa malam itu lebih baik  daripada seribu bulan. Keagungan lailatul qadr ini kembali kepada dua hal:
  1. Kembali kepada pelaku. Siapa saja yang mengerjakan amalan ketaatan pada malam itu, dia akan menjadi pemilik keagungan dan kemuliaan.
  2. Kembali kepada amalan perbuatan, yaitu setiap amalan ketaatan pada malam itu adalah amalan yang sangat agung dan mulia, yang keutamaan dan kemuliaannya berrnilai seribu kali lipat dibanding dengan amalan pada malam lain. 
Pendapat ketiga, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, bumi menjadi sempit dan sesak oleh para malaikat. Oleh karena itu, kata qadr dalam hal ini bermakna penyempitan. Pendapat ini bisa dikuatkan oleh sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang lailatul qadr :
“Sesungguhnya (lailatul qadr) itu (berada pada) malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan, dan sesungguhnya para malaikat di muka bumi pada malam itu lebih banyak daripada jumlah batu-batu kerikil.”

Al-Hâfizh Ibnu Hajar menyebutkan sisi lain dari keterkaitan lailatul qadr dengan makna penyempitan, yaitu lailatul qadr terkesan sempit karena penentuannya adalah hal yang tersembunyi, tidak dipastikan. 

Pendapat keempat, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah menurunkan Al-Qur`an yang merupakan kitab yang penuh dengan keagungan dan kemuliaan.

Demikian beberapa pendapat ulama yang, jika diperhatikan secara saksama, tidaklah saling bertentangan, bahkan seluruh kandungan pendapat itu menunjukkan keagungan dan kemulian lailatul qadr. 


( Password : Novel I-One )



Reff :
dzulqarnain.net
islamicandmedicalupdates.blogspot.com

Hijab & Pakaian Muslimah dalam Shalat - Ibnu Taimiyah






Judul Asli : Hijabul Mar’ah Wa Libasuha fi As-Shalah
Penyusun : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Pentahqiq : Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
Edisi Indonesia: Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat
Penerjemah: Hawin Murtadho
Penerbit: At-Tibyan – Solo
Ukuran ebook: (PDF) + 79 halaman






Kitab ini adalah cetakan kedua dari risalah syaikhul islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai “pakaian dalam shalat“. Cetakan ulang ini diprakarsai oleh Ustadz Zuhair Asy-Syawis yang merintis penerbitan kitab-kitab bermanfaat yang bernuansa ilmu keislaman yang murni, khususnya kitab-kitab hadits dan kitab-kitab tulisan syaikhul islam Ibnu taimiyah dan Ibnul Qayyim Al Jauziyah, serta ullama lain yang sejalan dengan keduanya seperti mujadid dakwah tauhid dari negeri Najed dan sekitarnya,Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, semoga Allah Ta’ala merahmati mereka.


Kitab ini pula merupakan salah satu risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang sungguh bernilai besar, sekalipun formatnya kecil. Risalah ini mengandung ilmu yang ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah, yang barangkali sulit bagi seseorang untuk menemukan sebagian besar kandungannya di dalam ensiklopedi-ensiklopedi fikih, sebagaimana sulit pula baginya untuk menemukan di dalamnya tema risalah “Pakaian wajib bagi laki-laki dan wanita di dalam shalat“. 


Di dalamnya beliau menegaskan bahwa pakaian dalam shalat tidaklah sama dengan pakaian yang dikenakan oleh seseorang untuk menutup kedua pundaknya, untuk memenuthi hak dan kehormatan shalat, bukan karena pundak itu termasuk aurat.


Ebook ini merupakan karya Ibnu Taimiyah yang bernilai besar, sekalipun formatnya kecil. Risalah ini mengandung muatan ilmu yang ditahkik dari ilmu-ilmu Syaikh Rahimahullah, yang barangkalai sulit bagi seseorang untuk menemukan sebagian besar kandungannya di dalam ensiklopedi fikih, sebagaimana sulit pula baginya untuk menemukan didalamnya, tema risalah: “Pakaian wajib bagi laki-laki dan wanita dalam shalat”. 

Didalamnya berdasarkan dalil-dalil qath’i-, beliau menegaskan bahwa pakaian dalam shalat tidaklah sama dengan pakaian yang dikenakan oleh seseorang untuk menutup auratnya di luar shalat. Beliau juga menegaskan dengan hadits-hadits yang lain dimana permasalahan ini seringkali dilalaikan oleh sebagian besar orang yang melaksanakan shalat. Pembahasan ini juga melalui sudut pandang kaidah-kaidah Islam yang bersifat umum, diantaranya. “Mencegah kerusakan itu lebih baik di dahulukan daripada mengambil kemaslahatan”, yang pada hakikatnya selalu menitipkan hikmah bagi hamba-Nya yang taat.




( Password : Novel I-One )



Jalan Terindah - Imam Sutrisno


 

“Tidakkah engkau mengetahui bahwa sesungguhnya bertasbih kepada Allah siapa pun yang ada di langit dan bumi, dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Sungguh setiap sesuatu mengetahui cara shalatnya dan cara tasbihnya masing-masing. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang mereka kerjakan.” ( QS. An Nuur : 41 ) 




Beberapa waktu-waktu terakhir kita bisa bersyukur, karena telah banyak buku-buku yang beredar di masyarakat yang membahas mengenai shalat, termasuk didalamnya pelatihan shalat “khusyu’” yang diadakan oleh beberapa pihak. 
Penegakkan shalat harus diawali dengan sebuah pengetahuan tentang hal – hal yang menyertainya. Karena amal sedikit dibarengi ilmu pengetahuan, adalah lebih baik daripada amal banyak penuh kebodohan, sehingga pengetahuan mendalam tentang syarat, rukun termasuk adab lahir maupun batin menjadi hal mutlak, bila ingin menapaki “perjalanan dalam shalat”. 
 Wudhu merupakan tahap pendahuluan dalam proses “penyucian yang agung” dengan menggunakan “air yang merupakan rahasia kehidupan dan hidup itu sendiri” laksana proses penyucian yang dilakukan Jibril kepada Rasulullah dengan menggunakan air suci “zamzam” dengan membelah dada hingga hilang segala hasud dan dengki, bahkan terisi dengan berbagai ilmu, iman dan hikmah, sehingga bisa diperjalankan dalam “Isra’ dan Mi’raj” sebuah perjalanan spiritual yang menjadi titik balik kemenangan, setelah diterpa berbagai ujian dalam kehidupan Rasulullah beserta kaumnya pada saat itu. 
Proses penyucian dalam wudhu tak sekedar siraman air yang tanpa makna, namun hakikatnya melebihi dari ritualnya itu sendiri, karena wudhu yang  sebenarnya merupakan proses pembersihan jiwa dari segala noda dan cela yang dilakukan oleh nafsu – nafsu dunia yang telah memperalat tangan, wajah, kepala dan kaki. 
Setelah terbersihkan dari segala noda baru si hamba diperbolehkan mulai memasuki halaman – halaman untuk menghadiri “pertemuan agung dari segala keagungan bahkan jauh – jauh melebihi batas keagungan yang terbersit oleh fikiran dan akal manusia itu sendiri”. 
Kemudian saat undangan suci “menuju kemenangan” diperdengarkan, maka sang hatipun begitu bergejolak untuk mendatanginya, sekalipun dengan “merangkak” karena begitu menggelora keinginan rindunya, untuk mendatangi pertemuan dengan Sang Kekasih. 
Dengan berpakaian “tawadhu” dan membuang pakaian-pakaian “kesombongan” si hambapun tertatih – tatih melangkah ke halaman “tempat pertemuan” dengan penuh kegelisahan “akan tertolaknya penghadapannya” dan rasa malu yang begitu tinggi, atas ditutupinya keburukan – keburukan perangai dan tindak lakunya, dengan pakaian “hijab malakut” oleh Sang Kekasih, sehingga orang lain tidak mengetahui kejelekannya. 
Kemudian, ditengah keputusasaan dan harapan akan rakhmat dan kasih sayang yang begitu agung dari Sang Kekasih, si hamba mulai berdiri dengan lurus, menghadapkan wajahnya kepada Sang Kekasih dan menutup semua kekerdilan – kekerdilan di belakangnya, hanya satu menatap Sang Maha Agung dari Segala Keagungan Yang Ada, hingga terbukalah pintu pertama saat lisan terbata – bata berucap, “Allahu Akbar ( Allah Maha Besar )”, kemudian si hambapun melangkah dengan penuh rasa malu, dan tawadhu karena melihat keagungan yang belum pernah tergambarkan oleh dirinya.

Iapun terus menerus memuji – muji Sang Kekasih, karena telah memberi “perkenan-Nya” untuk masuk, karena sesungguhnya “tanpa perkenan-Nya” ia termasuk golongan setan yang terkutuk. Iapun tersungkur jatuh tak tersadarkan diri, karena begitu ngeri yang tanpa batas melihat kengerian di hari “yaumid diin”, kemudian Sang Kekasihpun melimpahkan “limpahan rakhmat-Nya” hingga si hamba diberi kemampuan untuk memohon supaya digolongkan ke dalam “orang-orang yang beruntung dan bukan golongan orangorang yang sesat”

Demikianlah, si  hamba terus melangkah dan melangkah sampai “mendengar dan menyaksikan” semua sujud dan tasbihnya semua makhluk di langit dan bumi hingga iapun terjatuh dan terjatuh lagi karena tidak sanggup melihat keagungan dan keluasan yang ia saksikan. 
Ini adalah sekelumit lintasan yang tergambar melalui tulisan ini, dan sebenarnya tulisan inipun tidak akan menampung begitu maha luas dan mendalamnya “keindahan perjalanan dalam shalat”. Yang tertulis disinipun hanya kata dan ungkapan dari penulis, karena saya sendiripun belum sampai pada tahap anugerah seperti itu. 
Namun ingatlah, bahwa perjalanan itu sungguh bukan merupakan perjalanan yang mudah, dibutuhkan bimbingan “sang mursyid mukammil” untuk bisa berjalan dengan benar. Karena godaan di kiri kanan perjalanan itu sendiri banyak jumlah dan variasinya. 
Tulisan berikut saya mulai dari peristiwa agung yang mengawali lahirnya perintah “shalat” dari Allah SWT. Pemaparan tersebut saya kutip dari berbagai sumber yang layak dipercaya, termasuk didalamnya “bagaimana cara terbaik untuk bisa memahami peristiwa isra’ mi’raj”.

Kemudian dilanjutkan dengan apa yang disebut proses “pembersihan diri” yaitu wudhu dari adab batin menuju wudhu sampai proses wudhu itu sendiri, dengan lebih menitikberatkan kepada proses penyucian dari noda-noda batin manusia. 
Setelah tahap penyucian kemudian mulailah tahap persiapan menuju pertemuan agung itu sendiri, dimulai berbagai persiapan menuju shalat seperti saat adzan dan iqomah, pakaian dalam shalat sebagai penutup aurat batin dan lahir, tempat pelaksanaan shalat serta kiblat dalam shalat. 
Setelah hal tersebut terpenuhi, barulah mulai menuju tahap – tahap dalam perjalanan terindah menuju Allah yaitu shalat. Diawali dengan “qiyam” yang merupakan simbol lurus sesuai syari’ah dan tetap istiqomah tidak terganggu godaan kanan kiri, sampai peristiwa salam, yakni ketika kita kembali setelah melalui berbagai tahapan perjalanan. 
“Ya Allah jauhkan dari diri kami sum’ah dan mahbubiyyah, jadikanlah setiap hembusan tarikan nafas kami adalah nafas untuk mengingat nama-Mu…. Jadikanlah setiap lintasan fikiran kami adalah anugrah untuk bertafakur kepadaMu….Jadikanlah setiap tetesan keringat kami adalah tetesan upaya untuk menggapai jalan-Mu….” 

“Ya Allah jadikalan akhir segala urusan kami sebagai kebaikan.”. 

Amiin.....


( Password : Novel I-One )



KISAH CINTA ADAM DAN HAWA

Segala kesenangan ada di dalamnya.Semua tersediaapa saja yang diinginkan, tanpa bersusah payah memperolehinya.Sungguh suatu tempat yang amat indah dan permai, menjadi idaman setiap insan.Demikianlah menurut riwayat, tatkala Allah SWT.selesai mencipta alam semesta dan makhluk-makhluk lainnya, maka dicipta-Nya pula Adam ‘alaihissalam sebagai manusia pertama.Hamba yang dimuliakan itu ditempatkan Allah SWT di dalam Syurga (Jannah).

Adam a.s hidup sendirian dan sebatangkara, tanpa mempunyai seorang kawan pun.Ia berjalan ke kiri dan ke kanan, menghadap ke langit-langit yang tinggi, ke bumi terhampar jauh di seberang, maka tiadalah sesuatu yang dilihatnya dari mahkluk sejenisnya kecuali burung-burung yang berterbangan kesana ke mari, sambil berkejar-kejaran di angkasa bebas, bernyanyi-nyanyi, bersiul-siul, seolah-olah mempamerkan kemesraan.

Adam a.s terpikat melihatnya, rindu berkeadaan demikian.Tetapi sungguhmalang , siapalah gerangan kawan yang hendak diajak.Ia merasa kesepian, lama sudah.Ia tinggal di syurga bagai orang kebingungan, tiada pasangan yang akan dibujuk bermesra sebagaimana burung-burung yang dilihatnya.

Tiada pekerjaan sehari-hari kecuali bermalas-malas begitu saja, bersantai berangin-angin di dalamtaman syurga yang indah permai, yang ditumbuhi oleh bermacam bunga-bunga kuntum semerbak yang wangi, yang di bawahnya mengalir anak- anak sungai bercabang-cabang, yang desiran airnya bagai mengandung pembangkit rindu.

Apa saja di dalam syurga semuanya nikmat!Tetapi apalah arti segalanya kalau hati selalu gelisah resah di dalam kesepian seorang diri?

Itulah satu-satunya kekurangan yang dirasakan Adam a.s di dalam syurga.Iaperlu kepada sesuatu, iaitu kepada kawan sejenis yang akan mendampinginya di dalam kesenangan yang tak terhingga itu. Kadangkala kalau rindu dendamnya datang, turunlahia ke bawah pohon-pohon rendang mencari hiburan, mendengarkan burung- burung bernyanyi bersahut-sahutan, tetapi aduh hai kasihan...bukannya hati menjadi tenteram, malah menjadi lebih tertikam.Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan bergerak lemah gemalai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya sebagai derita batin yang tegak di sebalik nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

Tetapi walaupun demikian, agaknya Adam a.s malu mengadukan halnya kepada Allah SWT.Namun, walaupun Adam a.s malu untuk mengadu, Allah Ta'ala sendiri Maha Tahu serta Maha Melihatapa yang tersembunyi di kalbu hamba-Nya.Oleh itu Allah Ta'ala ingin mengusir rasa kesepian Adam.

Tatkala Adam a.s sudah berada di puncak kerinduan dan keinginan untuk mendapatkan kawan, sedangia lagi duduk terpekur di atas tempat duduk yang berlapiskan tilam permaidani serba mewah, maka tiba-tiba ngantukpun datanglah menawannya serta langsung membawanya hanyut ke alam tidur.

Adam a.s tertidur nyenyak, tak sedar kepada sesuatu yang ada di sekitarnya.Dalam saat-saat yang demikian itulah Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s untuk mencabut tulang rusuk Adam a.s dari lambung sebelah kiri.Bagai orang yang sedang terbius, Adam a.s tidak merasakan apa-apa ketika tulang rusuknya dicabut oleh malaikat Jibril a.s.

Dan oleh kudrat kuasa Ilahi yang manakala menghendaki terjadinya sesuatu cukup berkata “Kun!” maka terciptalah Hawa dari tulang rusuk Adam a.s, sebagai insan kedua penghuni syurga dan sebagai pelengkap kurnia yang dianugerahkan kepada Adam a.s yang mendambakan seorang kawan tempatia boleh bermesra dan bersenda gurau.

Hawa duduk bersandar pada bantal lembut di atas tempat duduk megah yang bertatahkan emas dan permata-permata bermutu manikam, sambil terpesona memperhatikan kecerahan wajah dari seorang lelaki kacak yang sedang terbaring, tak jauh di depannya.

Butir-butir fikiran yang menggelombang di dalam sanubari Hawa seolah-olah merupakan arus-arus tenaga elektrik yang datang mengetuk kalbu Adam a.s, yang langsung menerimanya sebagai mimpi yang berkesan di dalam gambaran jiwanya seketika itu.

Adam terjaga....! Alangkah terkejutnyaia ketika dilihatnya ada makhluk manusia seperti dirinya hanya beberapa langkah di hadapannya.Ia seolah tak percaya pada penglihatannya.Ia masih terbaring mengusap matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya.

Hawa yang diciptakan lengkap dengan perasaan malu, segera memutar badannya sekadar untuk menyembunyikan bukit-bukit di dadanya, seraya mengirimkan senyummanis bercampur manja, diiringi pandangan melirik dari sudut mata yang memberikan sinar harapan bagi hati yang melihatnya.

Memang dijadikan Hawa dengan bentuk danparas rupa yang sempurna.Ia dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan, kehalusan, kelemah-lembutan, kasih-sayang, kesucian, keibuan dan segala sifat-sifat keperibadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona serta memikat hati setiap yang memandangnya.

Iaadalah wanita tercantik yang menghiasai syurga, yang kecantikannya itu akan diwariskan turun temurun di hari kemudian, dan daripadanyalah maka ada kecantikan yang diwariskan kepada wanita-wanita yang datang dibelakangnya.

Adam a.s pun tak kurang gagah dan kacaknya.Tidak dijumpai cacat pada dirinya keranaia adalah satu-satunya makhluk insan yang dicipta oleh Allah SWT secara langsung tanpa perantaraan.

Semua kecantikan yang diperuntukkan bagi lelaki terhimpun padanya.Kecantikan itu pulalah yang diwariskan turun temurun kepada orang-orang di belakangnya sebagai anugerah Allah SWT kepada makhluk-Nya yang bergelar manusia.Bahkan diriwayatkan bahawa kelak semua penduduk syurgaakan dibangkitkan dengan pantulan dari cahaya rupa Adam a.s.

Adam a.s bangkit dari pembaringannya, memperbaiki duduknya.Iamembuka matanya, memperhatikan dengan pandangan tajam.Ia sedar bahawa orang asing di depannya itu bukanlah bayangan selintas pandang, namun benar-benar suatu kenyataan dari wujud insani yang mempunyai bentuk fizikal seperti dirinya.Ia yakin ia tidak salah pandang.Ia tahu itu manusia seperti dirinya, yang hanya berbeza kelaminnya saja.Ia serta merta dapat membuat kesimpulan bahawa makhluk di depannya adalah perempuan.Ia sedar bahawa itulah dia jenis yang dirindukannya.Hatinya gembira, bersyukur, bertahmid memuji Zat Maha Pencipta.

Ia tertawa kepada gadis jelita itu, yang menyambutnya tersipu-sipu seraya menundukkan kepalanya dengan pandangan tak langsung, pandangan yang menyingkap apa yang terselit di kalbunya.

Adam terpikat pada rupa Hawa yang jelita, yang bagaikan kejelitaan segala puteri- puteri yang bermastautin di atas langit atau bidadari-bidadari di dalam syurga.

Tuhan menanamasmara murni dan hasrat berahi di hati Adam a.s serta menjadikannya orang yang paling asyik dilamun cinta, yang tiada taranya dalam sejarah, iaitu kisah cinta dua insan di dalam syurga. Adam a.s ditakdirkan jatuh cinta kepada puteri yang paling cantik dari segala yang cantik, yang paling jelita dari segala yang jelita, dan yang paling harum dari segala yang harum. 
 
 
Ikuti Kisah Selanjutnya .... !!!!

Download Kisah Cinta Adam Dan Hawa
( Password : Novel I-One )




Ketika Cahaya Hidayah Menerangi Qalbu - Imtiaz Ahmad

Ketika itu ia adalah seorang pemuda tamatan Sekolah Menengah. Berdinas aktif di US Army (Angkatan Darat Amerika Serikat) selama beberapa tahun, dimana ia memperoleh kesempatan belajar beberapa kemampuan teknis. Kini ia menghidupi diri dan keluarganya dengan menggeluti usaha jasa perbaikan mesin fotocopy dan mesin fax.

Sungguh menarik menyimak kisah awal mula Abdullah memeluk Islam. Namun jauh lebih menarik mengetahui bagaimana ia menyusuri proses Islamisasi diri. Ketika pecah Perang Teluk yang melibatkan Pasukan Amerika Serikat dengan Pasukan Irak, ia ditempatkan di Saudi Arabia.

Suatu hari ia sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar Saudi. Di sebuah toko, ia memilih barang, tawar menawar dengan penjaga toko, dan akhirnya sepakat atas harga yang harus dibayar untuk barang tersebut. Namun berkumdanglah Adzan panggilan shalat dari Masjid terdekat kala ia hendak membayar belanjaannya itu. “Cukup sudah!” kata penjaga toko itu kepadanya seraya menolak melakukan transaksi dagang apapun hingga selesai melaksanakan shalat. Toko pun ditutupnya dan ia bergegas pergi menuju Masjid.

Abdullah begitu terperanjat dan tak habis pikir dengan kejadian kecil ini. Mengapa si penjual tidak mau mengambil uang yang telah menjadi haknya dengan terjadinya kesepakatan harga diantara mereka. Tak sekalipun dalam kehidupan Abdullah menjumpai orang yang menolak uang. Pada umumnya, di dunia bisnis, semua orang memburu uang dengan berbagai cara. Orang macam apakah si penjual itu? Agama apa pulakah yang begitu utama di matanya? Abdullah begitu penasaran dan ingin mengenal lebih banyak tentang agama itu. Dibacanya berbagai buku tentang Islam, semakin hari semakin banyak buku yang dibacanya dan akhirnya ketika kembali pulang ke Amerika ia memutuskan untuk memeluk Islam. Di New York, ia mendapatkan banyak guru yang baik yang mengajarkan kepadanya dasar-dasar pendidikan Islam. Iapun memperoleh pengajaran membaca Kitab Suci Al-Qur’an. Ini menjadikan Abdullah seorang Muslim yang sangat ketat menjalani keIslaman-nya.

Saya baru mengenal Abdullah manakala ia pindah ke Detroit. Ia telah memutuskan untuk bermukim didekat Masjid Pusat Tauhid Detroit dan melaksanakan hampir dari seluruh shalat lima waktunya di Masjid ini. Pada waktu itu saya bekerja sukarela menjalankan kegiatan humas Masjid. Menjalankan hubungan kemasyarakatan sebuah organisasi Islam bisa menjadi tantangan tersendiri. Banyak kejadian antara akhi Abdullah dengan saya, yang cukup menimbulkan masalah sementara diantara kami berdua. Kami sama-sama tulus dengan cara kami masing-masing. Permasalahan diantara kamipun sirna tanpa bekas ditelan waktu. Bagaimanapun juga kejadian ini merupakan ujian kesabaran dalam berbeda pendapat dengan seseorang yang bisa saling berjumpa beberapa kali dalam sehari berkenaan dengan kegiatan Masjid.

Suatu hari, saya meminta akhi Abdullah mengumandangkan adzan. Ia katakan bahwa itu akan dilakukannya diluar Masjid di tepi jalan raya. Saya katakan padanya bahwa kami telah melalui prosedur pendaftaran ke Pemerintah Kota Detroit dan Dinas Pemadaman Kebakaran setempat diawal pendirian Masjid. Dewan Kota telah mengadakan pengumpulan pendapat umum sebelum akhirnya mereka mengijinkan kami membangun Masjid. Namun ia tidak merasa perlu mendengar nasehat saya. Maka sayapun menegaskan dengan gamblang bahwa kalau itu tetap dilakukannya, maka saya harus berhadapan dengan masyarakat umum, Kejaksaan, Komisi Tata Ruang, dan juga Departemen Perencanaan Kota. Saya katakan dengan tegas kepadanya, “Anda hanya datang, shalat dan pergi meninggalkan Masjid. Tak pernahkah terbayangkan dalam pikiran anda bagaimana sulitnya pengalaman kami berhadapan dengan mereka di Balai Kota. Berbuat bijaklah dan berhati-hati dalam menjalankan keIslaman kita. Jangan sampai kita membuat lingkungan tetangga kita Non-Muslim merasa terganggu dan tergerak untuk mengajukan keberatan? Lagi pula, seyogyanya kita pusatkan perhatian kita pada menghidupkan Iman saudara-saudara Muslim kita daripada membuat masalah dengan para tetangga Non-Muslim di lingkungan kita ini.” Tetap saja nasehat saya ini tak dihiraukannya sama sekali. Ia tetap menolak mengumandangkan adzan dari dalam Masjid. Maka saya pun; seraya berdoa:”Wahai Allah maafkanlah hambamu ini”; terpaksa meminta orang lain untuk mengumandangkan Adzan.

Secara kebetulan saya mengetahui bahwa hanya ada satu Masjid di Amerika Utara yang memiliki ijin meletakkan pengeras suara diluar Masjid. Keputusan yang diambil oleh pengadilan Dearborn, Michigan menguntungkan kaum Muslim karena hampir semua anggota masyarakat di likungan itu beragama Islam.

Pernah juga akhi Abdullah meminta saya memberikan kunci Masjid kepadanya. Saya jelaskan bahwa Masjid hanya dibuka pada waktu-waktu shalat dan untuk keperluan asuransi telah dilakukan pembatasan kebebasan masuk Masjid.

Beberapa minggu kemudian, ia meminta ijin kepada saya agar tamunya diperbolehkan tidur di Masjid pada malam hari. Tetapi saya tidak meluluskan permintaannya. Saya bertanya kepadanya, “Mengapa anda tidak menyediakan tamu anda tempat bermalam di rumah anda?” Iapun mejawab, “Karena saya telah beristri.” Saya pun menawarkan kepadanya, “Kalau begitu, biarkan tamu anda bermalam di rumah saya.” Iapun balik bertanya, “Bukankah andapun beristri?” Saya katakan kepadanya, “Benar, tetapi akan saya usahakan untuk mencarikan ruangan untuknya di rumah saya, atau saya akan carikan hotel untuknya dan saya yang akan membayar biayanya.” Akhi Abdullah pun pergi begitu saja dengan membawa amarahnya. Ia hanya mau melakukan sesuai dengan cara yang diinginkannya. Ia pun menyatakan keberatannya atas perlakuan saya itu kepada saudara-saudara Muslim yang lain. Walaupun ia begitu kecewa, ia tetap pada komitmennya untuk shalat berjama’ah di Masjid.

Akhi Abdullah telah menghafal cukup banyak Surah dari Al-Qur’an, pelafalannya pun sangat memesona dan tepat. Saya memintanya menjadi Imam shalat Isya’ setiap hari. Semakin banyak Surah yang ia hafal dari hari ke hari. Ia pun amat menyukai Surah yang baru ia hafal dan cenderung untuk ia bacakan ketika menjadi Imam Shalat. Namun selalu saja ada kekeliruan dalam pembacaan surah yang baru dihafalnya. Tentu saja ini menimbulkan perasaan kurang nyaman bagi saudara-saudara Muslim lainnya yang menjadi ma’mum.

Saya keluhkan hal itu kepadanya, saya sarankan agar didalam shalat ia hanya membaca surah-surah yang ia kuasai hafalannya dan saya juga minta agar sehari sebelumnya ia bacakan dulu di hadapan saya surah yang akan ia bacakan didalam shalat. Akhi Abdullah suka dengan saran saya ini. Maka ia menjadi lebih baik dan telah memahami sudut pandang saya. Kesalahan-kesalahan bacaannya pun telah hilang seluruhnya dan kerjasama yang didukung sikap untuk saling menolong ini telah menjadi jalan untuk mempererat kembali persaudaraan diantara kami.

Pernah juga kami (jama’ah masjid) ada masalah lain dengan akhi Abdullah. Ia pernah terbiasa membacakan surah yang panjang dan dilanjutkan dengan surah Al-Ikhlas didalam setiap raka’at, sehingga shalat berlangsung lama. Kadangkala, shalat isya yang ia pimpin bisa berlangsung sampai duapuluh menit. Banyak peserta shalat berjama’ah yang tidak siap menjalani dan memiliki kesabaran cukup dalam hal demikian ini. Saya ungkapkan perasaan para jama’ah ini kepadanya. Iapun menjawab bahwa ia menyukai cara yang ia lakukan itu, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh salah satu sahabat Rasulullah SAW yang selalu menyambung pembacaan surah didalam shalatnya dengan surah Al-Ikhlas setiap kali mengerjakan shalat. Saya katakan kepada akhi Abdullah, “Sepanjang pengetahuan saya, surah Al-Ikhlas hanya disambungkan dengan pembacaan surat lain didalam raka’at ke-dua.” Kembali ia menjawab, “ Saya baca sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa itu dilakukan di kedua raka’at.” Maka tak seorangpun dapat mencegahnya membaca sebuah surah panjang diikuti dengan pembacaan Surah Al-Ikhlas di setiap raka’at.

Suatu hari saya melihatnya sedang membaringkan badannya disisi kanan dan ditopangnya kepalanya dengan lengan kanannya menjelang shalat Subuh berjama’ah. Saya pun menjadi khawatir dan menghampirinya, saya tanyakan kepadanya adakah terjadi sesuatu pada dirinya. Ia katakan bahwa ia baik-baik saja dan ia menjelaskan bahwa ia melakukan apa yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW untuk beristirahat sejenak dengan posisi tubuh sebagaimana ia sedang lakukan. Akhi Abdullah selalu ingin mencoba melakukan apapun yang ia baca dari Al-Qur’an dan Al-Hadits tanpa sedikitpun merasa canggung ataupun malu.

Kehidupan rumah-tangganya pun amat mengesankan. Istrinya dan banyak saudara-saudaranya yang masuk Islam melalui usahanya yang gigih mendakwahkan Islam kepada mereka. Ia dikarunia Allah SWT banyak anak. Semua anaknya sangat bagus dalam membaca al-Qur’an. Anak lelakinya yang tertua, waktu itu berumur tujuh tahun, telah hafal sebagian Al-Qur’an atas bimbingan sang Ayah. Bersama-sama sang Ayah pula si anak secara teratur hadir untuk shalat bejama’ah di Masjid, bahkan juga untuk shalat Subuh. Saya belum pernah tahu, adakah ayah-ayah yang lain yang dengan senang hati membawa anak lelaki mereka yang baru berusia tujuh tahun untuk berjama’ah shalat subuh di Masjid, walaupun cuaca begitu dinginnya, lagi bersalju ataupun sedang hujan. Seusai shalat Subuh, akhi Abdullah biasanya mengajarkan Al-Qur’an kepada anak lelakinya itu di Masjid. Maka, jadilah anak lelakinya itu istimewa dalam hal pengetahuan dan pengamalan Islamnya, begitupun perilakunya sungguh menawan. Pembacaan Al-Qur’annya pun seindah sang Ayah. Adabnya bagaikan seorang pria dewasa berusia tigapuluh tahun. Semoga kelak, ia bisa menjadi Imam Masjid yang baik.

Seiring berjalannya waktu, akhi Abdullah tidak hanya memegang kunci Masjid, iapun bertanggung-jawab atas pelaksanaan shalat berjama’ah di Masjid. Terpikirkan pula oleh saya, bahwa ia pun telah siap untuk memberikan khutbah Jum’at. Meskipun awalnya sedikit engan, iapun bersedia untuk berkhutbah sekali saja. Itupun telah dikerjakannya dengan amat sangat baik. Oleh karena itu iapun selanjutnya ditugasi untuk setiap bulannya satu khutbah Jum’at di Pusat Tauhid Detroit dan satu Jum’at di Pusat Tauhid Farmington Hills, Michigan. Ia laksanakan tugas sukarela ini dengan begitu baik.


Baca Selengkapnya.....!!!
 

( Password : Novel I-One )



 
Subscribe to Novel I-One

Enter your email address: