Loading

Layar Terkembang - Sutan Takdir Alisjahbana

Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah novel roman lama yang menjadi saksi sejarah dan perkembangan Bahasa Indonesia, sekaligus jejak pemikiran modern Indonesia.

Novel ini mengisahkan perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Roman ini termasuk novel modern disaat sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam pemikiran lama (1936). Novel ini banyak memperkenalkan masalah wanita Indonesia dengan benturan-benturan budaya baru, menuju pemikiran modern. Hak-hak wanita, yang banyak disusung oleh budaya modern dengan kesadaran gender, banyak diungkapkan dalam novel ini dan menjadi sisi perjuangannya seperti berwawasan luas dan mandiri. Didalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang benturan kebudayaan antara barat dan timur serta masalah agama.

kisah bermulai dari sosok kakak beradik yang berpengarai berbeda, Tuti dan Maria. Tuti seorang kakak yang selalu serius dan aktif dalam berbagai kegiatan wanita. Ia bahkan aktif dalam memberikan orasi-orasi tentang persamaan hak kaum wanita. Pada saat itu, semangat kaum wanita sedang bergelora sehingga mereka mulai menuntut persamaan dengan kaum pria. Sedangkan Maria adalah adik yang lincah dan periang sehingga semua orang yang berada di dekatnya pasti akan menyenangi kehadirannya. Di tengah-tengah dua dara jelita ini, muncullah Yusuf, seorang mahasiswa kedokteran, yang pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Sejak pertemuannya yang pertama di gedung akuarium Pasar Ikan, antara Maria dan Yusuf timbul kontak batin sehingga mereka menjadi sepasang kekasih.

Sementara itu, Tuti yang melihat hubungan cinta kasih adiknya sebenarnya berkeinginan pula untuk memiliki seorang kekasih. Apalagi setelah ia menerima surat cinta dari Supomo, seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur.. Namun, karena pemuda itu bukanlah idamannya, ia menolak cintanya. Sejak itu hari-harinya semakin disibukkan dengan kegiatan organisasi dan melakukan kegemarannya membaca buku sehingga ia sedikit melupakan angan-angannya tentang seorang kekasih.

Setelah melalui tahap-tahap perkenalan, pertemuan dengan keluarga, dan kunjungan oleh Yusuf, diadakanlah ikatan pertunangan antara Maria dan Yusuf. Tetapi sayang, ketika menjelang hari pernikahan, Maria jatuh sakit. Penyakitnya parah, malaria dan TBC, sehingga harus dirawat di Sanatorium Pacet. Tidak lama kemudian, Maria menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelum ajal datang, Maria berpesan agar Tuti, kakaknya bersedia menerima Yusuf. Tuti tidak menolak dan dimulailah pertunangan antara Tuti dan Yusuf. Akhirnya tak lama kemudian keduanya menikah dan hidup selamanya.

Korban Balas Dendam - Sam Edy Yuswanto


Mungkin tak ada orang yang tahu, kalau namaku masuk daftar salah satu korban anak hilang yang diberitakan televisi dan berbagai media cetak akhir-akhir ini. Malah, tadi pagi, sambil sarapan pagi, perempuan berwajah manis berambut hitam lurus, penyiar berita pagi itu mengabarkan bahwa aku bukan hanya korban hilang, tapi juga termasuk salah satu dari 27 korban yang tewas mengenaskan setelah sebelumnya dibunuh, disodomi, dimutilasi, lalu serpihan-serpihan tubuhnya dikubur di belakang rumah lelaki renta keparat yang beberapa minggu terakhir ini wajahnya selalu menghiasai layar kaca.

 
Huek! Suapan makanan yang belum sepenuhnya masuk perut itu mendadak buncah dari mulutku saat kulihat lelaki yang ternyata bernama Wagino itu tersenyum malu-malu saat disuruh mempraktekkan cara dia beraksi menggagahi bocah-bocah ingusan itu di layar televisi. Mendadak kenangan-kenangan yang berawal manis dan berakhir teramat getir itu kembali terlintas dan mengantri tak sabar di batok kepalaku yang licin, imbas dari lemak yang bersarang di tubuhku. Bayangan-bayangan masa silamku kembali hadir seperti sebuah rol film yang kembali diputar ulang. Masih jelas di memori ingatanku, saat itu, sewaktu ibuku membawaku serta berbelanja ke salah satu supermarket di kotaku. Sepulang belanja, saat nunggu angkot pulang, aku merengek-rengek minta dibelikan es krim sama ibuku.

"Kamu tunggu sini sebentar ya, ibu akan belikan kamu es krim, jangan pergi kemana-mana," pesan ibu sebelum dengan tergesa berbalik ke supermarket itu lagi untuk membelikanku es krim.

Tak berselang lama setelah ibuku masuk gerbang supermarket megah itu, seorang lelaki paruh baya menyentuh pundakku sambil menyodorkan es krim warna pink yang langsung membuat air liurku berebut menetes dari bibirku.
 
"Buat kamu, anak manis," kata lelaki itu tersenyum ramah. Aku bergeming, seraya memandangi wajah lelaki itu dengan ragu. Walau hatiku terus memaksa tangan kananku untuk meraih es krim yang membuat rasa hausku mencapai puncak dahaga yang tak terwakilkan kata-kata.

"Ayo, anak manis, es krim ini bapak belikan khusus buat kamu," katanya lagi. Entahlah, rasanya tanganku tak punya alasan lagi untuk tak meraih es krim yang disodorkan lelaki baik hati itu.

"Enak?" tanyanya begitu melihatku tanpa berucap basmalah langsung menjilati es krim yang hingga saat ini aku masih ingat bagaimana rasanya. Aku mengangguk tanpa sempat mengucapkan kata terima kasih.
 
"Ikut bapak mau? Bapak masih punya banyak es krim buat kamu bawa pulang, ayo...," lelaki paruh baya yang tak kukenal itu mengulurkan tangannya, kedua sorot matanya mengharap aku untuk meraihnya, lalu mengikuti langkahnya pergi.

"Jangan khawatir anak manis, nanti aku antar ke sini lagi," lanjutnya saat melihat keraguan di wajahku. Entah, sepertinya aku telah dihipnotis lelaki itu. Atau tersebab es krim yang jarang sekali tersentuh oleh tenggorokanku?




Mimpi-Mimpi Terpendam - Mira W

Bangunan itu bergaya Spanyol dengan pagar beton penuh ditumbuhi lumut. Ada beberapa yang bahkan melekat pada pojok-pojok dinding bangunan. Tiangtiang dindingnya terlihat kokoh di daerah berhawa sejuk yang terpencil ini. Dua tahun yang lalu wilayah itu hanyalah sekumpulan belantara dengan pohonpohon besar dan liar hingga sinar mataharipun tak akan sampai ke tanah.

Kini daerah itu menjadi tempat bersembunyi orang-orang terkaya di muka bumi. Wilayah terpencil dengan helipad pada tiap bangunan dan tiga ratus are hutan pinus yang memisahkannya dengan kota terdekat.


Tiap-tiap bangunan berdiri kokoh tanpa suara sama sekali. Komplek elite itu lebih menyerupai bangunan-bangunan besar di tengah-tengah hutan. Antar bangunan dipisahkan jarak tiga hingga lima kilometer bila tidak oleh sebuah danau atau sungai lengkap dengan air terjun alamnya. Privacy adalah segalanya di tempat itu. Tempat di mana orang-orang paling berkuasa di muka bumi tidak akan terjangkau oleh pers. Tempat idaman dimana individu-individu pemiliknya bisa mengumbar keinginan yang paling liar sekalipun tanpa rasa kuatir.

Saat Crozzen Building Co. memperkenalkan area itu bagi kaum terkaya di dunia hanya satu kalimat di brosurnya. /Privacy is everything.

Kalimat sederhana itu tidak main-main. Saat penawaran perdana di hadapan puluhan calon pembelinya, Crozzen Building Co. memamerkan perangkat pengacak radar dan pengacak foto satelit di area tersebut. Tidak ada radar, tidak ada satelit, tidak ada satupun yang bisa menembus kekebalan perlindungan perangkat canggih tersebut.

Janet mendaratkan helikopternya di samping bangunan tersebut. Suara baling-baling helikopter tertelan oleh gemuruh air terjun di belakang bangunan.

Andre melepas sabuk pengamannya dan berpegangan pada dashboard mengintip keluar. Janet memperhatikannya sejenak sebelum turun. Sejak awal perkenalan mereka, Andre tidak pernah mengendarai helikopter dan Janet selalu dengan senang hati membawanya berkeliling ke mana saja dengan helikopter pribadinya. Pernah satu kali Janet menawarkan Andre untuk mengendarainya namun Andre menolaknya. “Ini helikoptermu. Kau saja yang mengendarainya,” jawab Andre dengan dingin dan Janet mendapati Andre diam membisu sepanjang perjalanan. Sejak saat itu, Janet bagai pilot pribadi Andre.

Andre turun dari helikopter dan baru satu kaki dijejakkan pada pelataran ketika angin terasa menembus jaketnya. Kedua tangannya disilangkan menahan dingin. Ia melanjutkan langkahnya. Jaketnya sudah basah tersiram cipratan air terjun yang jatuh dari ketinggian 30 meter. Dipandangnya air terjun yang mengeluarkan suara gemuruh itu. Deburan airnya begitu dasyat. Kabut putih serpihan air memenuhi udara sekitar. Andre mengagumi air terjun tersebut seperti gadis kecil mengagumi boneka barunya.

Selintas ia memandang bangunan megah di hadapannya. Pada salah satu tiang bangunan tertera tulisan JJC inisial kesukaan Janet. Andre mengalihkan pandangannya kembali mengikuti Janet yang mendahuluinya. Dilihatnya wanita itu menghampiri sepasang bangku kayu santai dengan kulkas mini di sisinya disudut pelataran. Janet membuka pintu lemari pendingin itu dan mengambil sebotol sampanye.

Andre mengikutinya duduk. Ia menuangkan sampanye dalam gelas kecil di tangannya dan mencicipinya.

/Sampanye yang sangat nikmat dan pasti mahal./

Suasana benar-benar nyaman. Angin dingin kembali menyapu kulit wajahnya. Suara gemuruh air terjun menderu terus menerus dan sesekali terdengar suara cicitan burung-burung liar jauh di atas pepohonan. Beberapa hinggap di baling-baling helikopter. Mata Andre sedang menatap kendaraan canggih berwarna putih itu ketika mendadak bayangan Rachel berpegangan tangan dengan Anna di stasiun kereta beberapa hari lalu melintas di pelupuk matanya.


Taiko - Eiji Yoshikawa

Bagai angin puyuh, tujuh atau delapan bocah laki-laki berlari melintasi ladang. Mereka mengayun-ayunkan tongkat ke hamparan kembang sesawi berwarna kuning dan kembang lobak berwarna putih bersih untuk mencari tawon-tawon dengan kantong madu, yang biasa disebut tawon Korea. Anak Yaemon, Hiyoshi, baru berusia enam tahun, tapi wajahnya yang berkerut-kerut tampak seperti buah prem yang diasamkan. Ia lebih kecil dibandingkan anak-anak lainnya, namun sifatnya yang ugal-ugalan dan liar tak tertandingi.

"Bodoh!" ia berseru ketika jatuh terdorong oleh anak yang lebih besar, saat mereka memperebutkan seekor tawon. Sebelum sempat bangun, ia terinjak oleh anak lain. Hiyoshi menjegal kaki anak itu.
"Tawon itu milik siapa saja yang bisa menangkapnya! Kalau kau bisa menangkapnya, tawon itu jadi milikmu!" katanya sambil melompat berdiri dan menangkap seekor tawon yang sedang terbang. "Yow! Yang ini milikku!"

Dengan tangan terkepal, Hiyoshi maju sepuluh langkah, kemudian membuka kepalannya. Ia membuang kepala dan kedua sayap tawon yang ditangkapnya, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Perut tawon itu penuh madu manis. Anak-anak itu, yang tak pernah mengenal gula, betul-betul takjub bahwa ada sesuatu yang begitu manis. Sambil setengah memejamkan mata, Hiyoshi membiarkan madu itu mengalir ke kerongkongannya, lalu mengecap-ngecapkan bibir.
Anak-anak lain hanya bisa menonton.
"Monyet!" seru seorang bocah besar yang dijuluki Ni'o, satu-satunya yang tak dapat diimbangi oleh Hiyoshi. Karena mengetahui hal ini, yang lainnya ikut-ikutan.
"Babon!"
"Monyet!"
"Monyet, monyet, monyet!" mereka mengejek.
Bahkan Ofuku, bocah yang bertubuh paling kecil, ikut bergabung. Meski usianya sekitar delapan tahun, ia hanya sedikit lebih besar dari Hiyoshi yang berumur enam tahun.

Tapi penampilannya berbeda jauh; kulitnya putih, dan mata serta hidungnya menempati posisi yang pantas di wajahnya. Sebagai putra warga desa yang kaya, Ofuku-lah satu-satunya yang mengenakan kimono sutra. Nama sebenarnya mungkin Fukutaro atau Fukumatsu, namun namanya telah disingkat dan diberi awalan o, seperti kebiasaan di antara putra-putra orang berada. 

"Kau selalu ikut-ikutan!" ujar Hiyoshi sambil melotot ke arah Ofuku. Ia tak peduli dipanggil monyet oleh yang lain, tapi dengan Ofuku masalahnya sedikit berbeda. "Kau sudah lupa bahwa akulah yang selalu membelamu, dasar pengecut!"

Diingatkan seperti itu, Ofuku tak bisa berkata apa-apa. Keberaniannya mendadak lenyap, dan ia menggigit-gigit kukunya. Meski masih kanakkanak, dituduh tidak tahu terima kasih membuatnya lebih malu daripada dimaki sebagai pengecut. Yang lainnya mengalihkan pandangan, perhatian mereka berpindah dari tawon madu ke awan debu kuning yang terlihat di
seberang ladang-ladang.
"Lihat, ada pasukan!" salah seorang bocah berteriak.
"Samurai!" anak lain berkata. "Mereka baru pulang perang."

Semua anak melambaikan tangan dan bersorak-sorai.

Penguasa Owari, Oda Nobuhide, dan tetangganya, Imagawa Yoshimoto, merupakan musuh bebuyutan. Situasi ini menimbulkan pertempuran-pertempuran kecil yang tak ada habisnya di sepanjang perbatasan. Suatu ketika, pasukan Imagawa menyeberangi perbatasan, membakar desa-desa, dan menghancurkan hasil panen. Pasukan Oda keluar dari benteng-benteng di Nagoya dan Kiyosu, menyergap pasukan musuh dan membantai mereka sampai ke orang terakhir. Pada musim dingin berikutnya, baik pangan maupun tempat berteduh tidak tersedia dalam jumlah mencukupi, tapi rakyat tidak menyalahkan penguasa mereka. Kalau mereka harus kelaparan, mereka menanggungnya; kalau mereka harus kedinginan, mereka menanggungnya juga. Berlawanan dengan perkiraan Yoshimoto, penderitaan mereka justru mempertebal kebencian mereka terhadapnya. 

Anak-anak itu telah melihat dan mendengar hal-hal seperti itu sejak mereka lahir. Ketika melihat pasukan penguasa mereka, mereka seperti melihat diri sendiri. Tak ada yang lebih mengasyikkan bagi mereka daripada melihat prajurit-prajurit bersenjata lengkap.

"Ayo, kita tonton mereka!"
Anak-anak itu bergegas ke arah para serdadu, kecuali Ofuku dan Hiyoshi yang masih saling memelototi. Ofuku, si pengecut, sebenarnya ingin ikut dengan yang lain, namun tatapan Hiyoshi memaksanya untuk tetap di tempat.




Ebook Kamu Pasti Bisa Sukses

Buku ini ditujukan untuk para pelajar, guru atau pendidik, orang tua, pembimbing dan siapapun yang peduli pada nasib lulusan SMA. Buku ini juga berisi panduan untuk membekali lulusan SMA dan yang sederajat dengan kecakapan hidup dan kesadaran karier.

"Lulus SMA, aku ingin kuliah, tapi nggak tahu mau ambil jurusan apa." Atau, "Aku sih mau langsung kerja aja, tapi kerja apa ya?"

Komentar-komentar seperti itu sering kita dengar dari anak-anak kelas tiga SMA. Tapi apakah mereka memang sudah siap untuk menempuh pendidikan tinggi atau meniti karier? Sudahkah mereka dibekali kecakapan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam pilihan mereka? Bagaimana dengan fakta bahwa angka pengangguran lulusan SMA terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk kuliah tak ada biaya, untuk bekerja pun mereka tak punya keterampilan memadai. Apakah mereka sudah gagal, atau kitalah yang telah mengecewakan mereka?

Buku ini jelas menyatakan bahwa bekal akademis saja tidak cukup. Melalui kegiatan-kegiatan mudah dan praktis, Anda dapat membimbing siswa mengasah kecakapan hidup mereka. Anda juga dapat membantu siswa mencapai kedewasaan karier, yang meliputi pengenalan minat, bakat, karakter diri, dan pengetahuan tentang bursa kerja, syarat/kualifikasi pekerjaan, dan sebagainya.

Jika siswa belajar memanfaatkan kecakapan hidup, menggabungkannya dengan prestasi akademis dan pengetahuan tentang bursa kerja dalam pengambilan keputusan praktis, niscaya mereka akan mampu menghasilkan rencana karier yang efektif pada akhir tahun di SMA. Setelah itu, barulah kita boleh berharap mereka akan berhasil melalui kehidupan pasca-SMA, apa pun pilihan mereka.



Petualangan Huckleberry Finn - Mark Twain

Novel ini dimulai sebagai narator (yang kemudian diidentifikasi sebagai Huckleberry Finn) menyatakan bahwa kita mungkin tahu dia dari buku lain, The Adventures of Tom Sawyer, ditulis oleh "Mr Mark Twain. "Huck cepat menegaskan bahwa" tidak peduli "jika kita belum mendengar tentang dia. Menurut Huck, sebagian besar Twain mengatakan kebenaran dalam kisah sebelumnya, dengan beberapa "tandu" dilemparkan, meskipun semua orang-kecuali Tom Bibi Polly, Janda Douglas, dan mungkin beberapa lainnya gadis-memberitahu terletak sekali-sekali.

Kita belajar bahwa Tom Sawyer berakhir dengan Tom dan Huckleberry menemukan setumpuk emas beberapa perampok bersembunyi di gua. Anak-anak menerima $ 6.000 masing-masing, yang hakim lokal, Hakim Thatcher, dimasukkan ke dalam kepercayaan Uang di bank sekarang timbul dolar per hari dari bunga. Kemudian, Janda Douglas mengadopsi dan mencoba untuk "sivilize" Huck. Huck tidak tahan, sehingga ia melemparkan pada kain tua dan lari. Dia telah kembali karena Tom Sawyer mengatakan bahwa dia bisa bergabung dengan band barunya perampok jika dia akan kembali ke Janda "dan terhormat."

Janda sering mengeluhkan kegagalannya untuk reformasi Huck.Dia mengernyit terutama pada kenyataan bahwa ia harus "mengeluh" (yaitu, berdoa) atas makanan sebelum makan.Janda mencoba untuk mengajarkan Huck tentang Musa, tetapi Huck kehilangan minat ketika dia menyadari bahwa Musa sudah mati. Janda tidak akan membiarkan asap Huck namun menyetujui tembakau karena ia menggunakannya sendiri.Adiknya, Nona Watson, mencoba untuk memberikan pelajaran Huck ejaan. Upaya ini tidak sia-sia, seperti Huck sebenarnya tidak belajar membaca.

Huck merasa gelisah terutama karena Janda dan Miss Watson terus berusaha untuk memperbaiki perilakunya. Ketika Nona Watson mengatakan kepadanya tentang "tempat yang buruk"-neraka-ia blurts bahwa ia ingin pergi ke sana, untuk perubahan pemandangan. Proklamasi ini menyebabkan gempar. Huck tidak melihat titik pergi ke "tempat yang baik" dan memutuskan tidak perlu repot-repot berusaha untuk sampai ke sana. Dia terus sentimen ini rahasia, namun, karena ia tidak ingin menimbulkan masalah lagi. Ketika Huck bertanya, Nona Watson mengatakan kepadanya bahwa tidak ada kesempatan bahwa Tom Sawyer akan berakhir di surga. Huck senang "karena aku ingin dia dan saya akan bersama-sama."

Suatu malam, setelah Miss Watson memimpin sebuah sesi doa dengan Huck dan para budak rumah tangga, Huck pergi tidur merasa "jadi kesepian Aku paling berharap aku sudah mati." Dia mendapat menggigil mendengar suara-suara alam melalui jendela. Huck sengaja film laba-laba ke dalam lilin, dan pertanda buruk menakutkan dia. Hanya setelah tengah malam, Huck mendengar gerakan di bawah jendela dan mendengar "aku-yow" suara, yang dia merespon dengan yang lain Pendakian luar jendela ke gudang "aku-yow.", Huck menemukan Tom Sawyer menunggunya di halaman .

Analisis
Dalam halaman-halaman pembukaan Huckleberry Finn, kita merasakan kehadiran kedua suara narasi Huck dan suara Twain sebagai penulis. Sejak awal, Huck berbicara kepada kita dengan nada percakapan yang sangat banyak sendiri tetapi yang juga berfungsi sebagai penyambung lidah Twain. Ketika Huck menyebutkan "Mr Mark Twain "dengan nama, ia segera keuntungan independensi dari penulis: jika dia bisa menyebutkan penulisnya, kemudian dalam arti tertentu ia harus ada pada tingkat yang sama yang penulis tidak. Pada saat yang sama, novel baru Huck link Twain The Adventures of Tom Sawyer, meskipun ia berhati-hati untuk dicatat bahwa dua karya adalah independen satu sama lain dan bahwa kita tidak perlu telah membaca novel sebelumnya untuk memahami yang satu ini.Namun demikian, Twain tidak berusaha untuk mengambil keuntungan dari popularitas Tom Sawyer dengan menampilkan karakter novel sebelumnya dalam satu ini.

Selain mendirikan suara, paragraf pertama juga menyampaikan kepribadian Huck lebih dalam. Huck tidak hanya seorang anak miskin dengan cara lucu berbicara dan berpikir, ia juga seorang pemuda bijaksana yang bersedia dan bersemangat untuk pertanyaan "fakta" hidup dan aspek dari kepribadian manusia, seperti kecenderungan untuk berbohong. Peristiwa di Tom Sawyer telah mendirikan Huck sebagai karakter yang agak marjinal di kota St Petersburg. Meskipun ia adalah putih, ia lemah dan karena itu tidak berhubungan dengan masyarakat beradab. Kebaruan dari praktek-praktek seperti "menggerutu" atas makanan meminjamkan pengamatan Huck perspektif, humor segar pada kelemahan masyarakat. Meskipun Huck selalu tetap terbuka untuk belajar, ia tidak pernah menerima ide-ide baru tanpa berpikir, dan ia tetap murni oleh aturan dan asumsi dari masyarakat kulit putih di mana dia menemukan dirinya. Meskipun cepat untuk mengomentari absurditas banyak dunia di sekelilingnya, Huck tidak kejam. Dia sama cepat untuk memberitahu kita bahwa meskipun janda "menangisi saya, dan menyebut saya seekor domba yang hilang miskin. . . dia tidak pernah bermaksud jahat oleh itu. "

Bab pertama dimulai eksplorasi Twain ras dan masyarakat, dua dari keprihatinan tematik utama dalam Huckleberry Finn. Kita melihat dengan cepat bahwa, di kota St Petersburg, budak memiliki dianggap normal dan biasa-biasa saja-bahkan Janda Douglas, seorang Kristen yang saleh, memiliki budak. Para budak digambarkan dalam novel ini adalah "budak rumah tangga," budak-budak yang bekerja di peternakan kecil dan di rumah-rumah di mana master hanya dimiliki beberapa budak.Twain kontras implisit jenis perbudakan dengan bentuk yang lebih brutal perbudakan perkebunan, di mana ratusan budak bekerja untuk penguasa tunggal, menciptakan anonimitas yang lebih besar antara budak dan majikan, yang pada gilirannya menyebabkan lebih melelahkan kekejaman tenaga kerja-dan, sering, ekstrim . Beberapa kritikus telah menuduh Twain terlalu lembut lukisan gambar perbudakan dengan tidak menulis tentang budak perkebunan. Namun, dengan menggambarkan "lebih baik" versi perbudakan, Twain mampu membuat kritik tajam dari dehumanisasi berbahaya yang menyertai semua bentuk perbudakan: yang "beruntung" budak rumah tangga, seperti rekan-rekan mereka di perkebunan, juga dalam bahaya memiliki keluarga mereka tercabik-cabik dan tidak pernah dianggap sepenuhnya manusia. Gambaran Twain menunjukkan bahwa jika "lebih baik" perbudakan ini mengerikan, kengerian dari jenis "buruk" harus bahkan lebih mengerikan dan tidak manusiawi. Hal ini penting untuk dicatat di sini bahwa Twain menggunakan kata negro, yang telah mendapat Huckleberry Finn dalam kesulitan dengan banyak abad kedua puluh dewan sekolah, dengan sikap tenang yang pasti mengganggu kepada kita hari ini. Kata tidak akan mengganggu dalam waktu Twain, bagaimanapun, dan sedih diperlukan untuk setiap baru mengklaim untuk melukis potret realistis dari slaveholding Selatan pada saat itu.

Gambaran Twain dari slaveholding dalam bab pertama juga menimbulkan pertanyaan tentang kemunafikan dan kekosongan moral masyarakat. Sepanjang novel, Huck bertemu orang yang sepertinya baik yang kebetulan memiliki budak-sebuah keganjilan yang tidak pernah mudah diselesaikan. Kami tidak dimaksudkan untuk berpikir bahwa Janda Douglas, misalnya, adalah benar-benar jahat. Orang-orang seperti Janda berfungsi sebagai foil untuk Huck seluruh novel, ketika ia mencoba untuk memilah nilai pengaruh peradaban. Huck adalah semacam filsuf alam, skeptis terhadap ajaran sosial seperti agama dan bersedia untuk menetapkan ide-ide-untuk baru misalnya, gagasannya bahwa neraka mungkin benar-benar menjadi tempat yang lebih baik dari langit Janda Douglas. Di bawah kisah petualangan, Huckleberry Finn adalah kisah perkembangan moral Huck dan apa realisasi yang dapat mengajar kita tentang ras, perbudakan, masyarakat Selatan, dan moralitas.



The Magician's Apprentice - Trudi Canavan

Itulah yang tertulis di sebuah halaman kosong di awal bagian satu. Kata-kata yang tepat untuk menggambarkan sejarah dunia fantasi memukau yang dibangun oleh Trudi Canavan. Ini memang kisah sejarah yang hilang dari trilogi The Black Magician mengenai peperangan antara Kyralia dan Sachaka.

Kisah ini diambil dari lima sudut pandang yang berbeda. Tessia, seorang gadis desa Kyralia yang bercita-cita ingin menjadi seorang penyembuh, namun ternyata memiliki bakat sihir. Dakon, penyihir dan tuan tanah desa kelahiran Tessia. Jayan, murid magang pertama Dakon. Sementara dari pihak Sachaka, ada Stara, seorang gadis berdarah campuran Sachaka-Eleyne yang tak berdaya dibawah kelaliman sang ayah, serta Hanara, seorang budak Sachaka yang mengalami kebebasan tak terduga dari perbudakan.

Dari masing-masing kelima sudut pandang inilah, Trudi Canavan memperlihatkan kebolehannya merangkai sebuah cerita. Saya sebenarnya sudah lama membeli buku ini, karena memang saya pembaca trilogi The Black Magician. Namun karena ketebalannya yang hampir mencapai 1000 halaman, saya mengurungkan niat untuk membacanya langsung dan menaruhnya di rak, hingga beberapa waktu lalu.

Dan begitu saya membuka halamannya yang pertama, saya langsung merasakan seakan ada magnet yang menarik saya untuk terus membaca halaman demi halaman. Pilihan adegan demi adegan yang memukau dan meninggalkan misteri demi misteri, adalah bukti kepiawaian Canavan merangkai kisah. Begitu pula dengan kisah remeh masing-masing tokohnya.

Penggambaran dunia yang begitu detail dan diceritakan tanpa membuat pembaca bosan adalah kelebihan paling utama dalam kisah ini. Dari mulai sejarah singkat hubungan Sachaka dan Kyralia, asal kekuatan sihir, sampai kepada permainan mirip catur untuk penyihir. Kisah politik rumit, namun diceritakan dengan sederhana pun menjadi daya tarik yang lain The Magician Apprentice. Sayangnya, tokoh-tokoh figuran yang disuguhkan dalam cerita ini sungguh amat banyak, membuat saya agak kesulitan mengingat mereka satu per satu. Namun saya rasa, itu bukan masalah besar, karena hampir semua tokoh figuran pun memiliki peran yang cukup besar dalam jalan cerita.

Akhir kata, pesan yang saya tangkap dari kisah memukau ini adalah kehidupan ini layaknya dua sisi mata uang, layaknya terang dan gelap, hitam dan putih, ada kebaikan dan keburukan. Kyralia bukanlah pihak baik, dan Sachaka bukanlah pihak yang jahat. Semuanya tergantung dari sudut mana kita melihat suatu niat. Ini mengajarkan kita untuk memperlebar wawasan kita terhadap suatu masalah sebelum menarik sebuah kesimpulan.

Ini adalah salah satu novel fantasi yang saya rasa layak untuk dibaca penggemar cerita fantasi. Rasanya seperti sedang pesiar ke dunia lain, ketika membacanya. Saya tidak akan heran, bila suatu saat akan ada produser film yang tertarik untuk membuat serial televisi dari kisah ini, seperti kisah The Sword of Truth.


<<<======== * * *  ========>>>

Tessia tahu, tidak ada cara kilat dan bebas rasa sakit untuk melakukan amputasi. Tidak ada, jika kau melakukannya dengan benar. Amputasi yang rapi mensyaratkan penyayatan secarik kulit untuk menutupi bagian yang dipotong, dan itu perlu waktu.

Ketika ayahnya dengan cekatan mulai mengiris kulit di sekeliling jari tangan anak laki-laki itu, Tessia mengamati raut wajah orang-orang di dalam ruangan ....

Tessia bercita-cita menjadi Penyembuh seperti ayahnya, meski sadar sebagai seorang perempuan ia tak mungkin diterima dalam Persekutuan Penyembuh. Namun, tanpa ia sadari, kehidupannya akan segera berubah total.

Saat menghadapi amukan Ashaki Takado, seorang penyihir Sachaka yang arogan, tanpa sengaja Tessia mengerahkan kekuatan sihir yang terpendam dalam dirinya. Dianggap berbakat, ia pun diangkat menjadi murid Lord Dakon. Tessia mulai menyelami dunia sihir yang penuh pesona dan keajaiban, tetapi segera disadarkan bahwa bakatnya itu juga menuntut tanggung jawab besar.

Berlangsung ratusan tahun sebelum kisah dalam The Black Magician Trilogy, The Magician’s Apprentice adalah novel ideal bagi pembaca baru untuk mengenal dunia ciptaan Trudi Canavan dalam trilogi bestseller-nya itu. Sedangkan para penggemarnya akan mendapatkan banyak informasi baru yang membuat mereka lebih memahami latar belakang kisah The Black Magician Trilogy.

Tembang Yang Tertunda - Mira W

"Aku sudah menyiapkan cincin untukmu sembilan belas tahun yang lalu," gumam Tristan sambil menahan emosinya. "Setiap tahun selama empat tahun berturut-turut aku membawa cincin itu ke Zermatt. Ketika kamu tidak muncul juga, kutukar cincin itu dengan cincin kawin istriku. Tapi bahkan ketika sedang memakaikan cincin itu di jarinya, aku masih membayangkan dirimu."

Dua puluh tahun yang lalu, Valerina dan Tristan mengikrarkan janji untuk bertemu kembali setahun kemudian di Zermatt.

Tetapi ketika kembali ke Jakarta, Valerina tidak dapat menepati janjinya. Dia malah menikah dengan Aryanto dan dikaruniai dua orang anak.

Dua puluh tahun kemudian, ketika suaminya mengkhianatinya, Valerina kembali ke Zermatt untuk menyembuhkan sakit hatinya. Di sana dia bertemu kembali dengan Tristan, yang berhasil mengembalikan kepercayaan dirinya. Dan mereka melanjutkan tembang mereka yang tertunda.

Sayangnya, ketika kebahagiaan sudah mengintai di depan mata, sebuah bencana yang mengerikan menanti Valerina di Jakarta.






Hadirmu Adalah Keterkejutanku

Awal aku berkenalan denganmu saat itu aku sedang memasuki tahun kedua dan baru saja beberapa bulan putus dari mantan pacarku yang – kalau tidak salah ingat – hanya berumur empat bulan. Dengan alasan yang sepele dan tidak logis aku memutuskan hubungan itu. Entahlah, mungkin saat itu aku sedang mangkat-mangkatnya dengan segala kesempurnaan yang aku punya sehingga meremehkan hubungan yang ada.
Sebagai pihak yang memutuskan memang aku tidak tahu bagaimana rasanya berada di pihak yang diputuskan; bagaimana rasanya ingin selalu tetap bersama orang yang disayangi; bagaimana rasa sakitnya menerima keputusan dari orang yang disayang. Kuakui saat itu memang egois. Sebenarnya diriku sendiri jauh dari kata ‘sempurna’ seperti orang-orang yang memang mendapatkan predikat itu. Sempurna yang aku maksud di sini adalah aku dengan lingkungan sosialku; aku dengan kegiatan perkuliahanku; aku dengan segala aktivitasku; aku dengan adrenalin yang memompaku untuk terus menerus bergerak. Aku yang cukup mandiri dan tak mau ditentang; aku yang selalu benar dan tidak mau disanggah. Tak ayal kehidupanku dengan lawan jenis pun juga sedang gencar-gencarnya. Keakuan dan darah mudaku. Ya itulah aku. Tapi itu dulu sebelum bertemu seseorang yang mengajarkanku tentang kehidupan yang sebenarnya. Perubahan drastis yang benar-benar berbeda antara aku dulu dan sekarang. Satu kalimat bijak yang selalu kuyakini, “Suatu akhir merupakan sebuah awal perjalanan baru”.
Aku cukup ingat bagaimana kita berkenalan, mungkin bisa dikatakan agak sedikit aneh. Perkenalan itu terjadi melalui pesan singkat yang masuk di kotak masuk telepon selulerku (ponsel). Tanpa basa basi kamu langsung mengajakku berkenalan dengan menyebutkan nama, umur dan tempat tinggalmu. Hanya keterkejutan yang aku dapatkan. Keterkejutan itu diantaranya adalah pertanyaan-pertanyaan tentang kamu dapat dan tahu dari mana nomor ponselku, karena selama aku punya ponsel beserta nomornya, aku tidak pernah menggunakan untuk hal-hal yang kuanggap norak atau kampungan seperti kenalan. Keterkejutan yang dibarengi dengan keanehan. Tapi sudahlah, seandainya saat itu aku tidak menanggapimu, aku tidak akan benar-benar bisa belajar tentang arti hidup sebenarnya; tentang kehidupan cinta khususnya.
Perkenalan dan keanehan pun berlanjut, hingga akhirnya kamu intens menghubungiku dan juga sebaliknya. Dengan kesadaran tinggi bahwa perkenalan kita yang cukup aneh tapi tetap saja komunikasi dilakukan. Kita yang berbeda hampir 12 tahun dari usia masing-masing pun tidak jadi penghalang dalam komunikasi, karena memang bukan itu alasanku untuk mempunyai banyak teman. Kamu yang begitu mempunyai wawasan luas; kamu yang tidak membosankan ketika berdiskusi; kamu yang menyenangkan dalam batasan candamu. Kamu yang bisa mengontrolku tanpa harus mengekang; kamu yang bisa diandalkan dalam menyelesaikan masalah dan memberikan solusi melalui beberapa pilihan tanpa memaksakan kehendak. Kamu yang selalu bisa membuatku terkagum-kagum dengan pembawaan apa adanya. Aku seakan menajadi salah satu fans berat kamu saat itu.
Semua hanya masalah waktu. Tibalah saat itu, untuk pertama kalinya kita bertemu. Janji temu yang dilakukan ditempatmu, daerah Jakarta Selatan bersebrangan dengan Taman Makam Pahlawan. Rumah dengan beberapa kamar kost, satu dapur dan halaman yang agak luas, cukup untuk memarkir beberapa kendaraan di sana. Kostanmu dengan kamarnya berukuran 5 x 6 meter dan dilengkapi tempat tidur yang cukup untuk satu orang serta televisi 14 inch, kipas angin, sebuah kulkas, lemari pakaian dan beberapa perlengkapan lainnya. Untuk pertama kalinya juga aku melihat penampakanmu yang menjemputku tepat dimana kita janjian untuk bertemu di depan Taman Makam Pahlawan. Kamu yang saat itu hanya mengenakan kaos dalaman putih dan bercelana pendek dengan postur tubuh yang lebih tinggi sedikit dari aku, berkulit putih bila dibandingkan denganku, berperawakan tegas dan terlihat santun. Sejjurnya saat itu juga yang ada dibenakku adalah apa yang aku lakukan hingga bisa mendatangi dan menyetujui janji temu ini? Pikiran bodoh yang selalu timbul di saat-saat terkahir setelah kejadian.
Perasaanku saat bertemu dengan kamu bagaikan seorang peserta yang sedang mengikuti acara disalah satu televise dimana peserta diminta untuk membuktikan apakah terdapat makhluk lain selain manusia di sebuah tempat menyeramkan dan hanya ditemani sebuah lilin. Iya, seperti itulah perasaanku. Asing karena berada di tempat kamu, ketar ketir karena mungkin saja aku berkenalan dengan seorang psikopat. Namun dilain hal niat baikkulah yang menenangkanku dan biasanya memang benar, apa yang kita niatkan di awal tentang kebaikan maka akan berakhir baik pula.
Lucu sekali bila kuingat momen pertemuan itu. Semua cara dan pembawaanmu yang tidak jauh berbeda seperti saat di telepon atau pesan singkat. Sejam, dua jam hingga aku tersadar matahari pun sudah mulai akan berpamitan kepada dunia. Kebersamaanku denganmu pun harus disudahi. Apakah aku mulai nyaman berada deketmu? Sampai sanggup berlama-lama dan tak sadar akan waktu. Atau mungkin waktu yang terlalu berjalan sangat cepat? Sampai-sampai aku tak sempat merasakan detiknya.
Baru saja kuberdiri untuk berpamitan, tiba-tiba tanganku menyambar tanganku dan mata kita sudah bertatapan tajam satu sama lain. Lalu dengan nada suara yang serius kamu mulai berkata, “Dari awal kita berkenalan dengan ketidaksopananku dan di sana ada proses aku mengenalmu aku merasakan hal yang berbeda yang aku sendiri sulit untuk menjelaskannya, entah apa itu, saat ini mungkin adalah waktu yang tepat bahwaku benar-benar sayang kamu dan aku mau jadi lelakimu untuk menjalani hubungan yang lebih serius. Kamu mau terima aku?”. Layaknya seseorang yang sedang ditantang untuk menaiki bungy jumping. Jantung kamu terpacu kencang mulai dari saat menaiki kereta (lift) menuju ke atas untuk sampai di tempat yang tingginya hampir 200 meter dari tanah dan petualangan tidak berhenti di situ. Setelah sampai di atas kamu akan di ikat kakinya dengan pegas berukuran besar dan lompatlah kamu. Itulah yang dapat aku gambarkan ketika menerima ucapannya. Ucapan yang tidak pernah ada dalam pikiranku bahkan tidak pernah kuprediksikan sebelumnya. Dan aku hanya meresponya, “Beri aku waktu untuk menjawab. Aku janji secepatnya aku akan kabari kamu.” Kemudian kamu pun mengantar dan menungguiku sampai naik angkutan umum dengan nomor yang sama yang membawaku ke tempatmu tadi.
Dua hari, iya, dua hari cukup bagiku untuk memastikan tentang perasaanku padamu. Aku semangat sekali hari itu. Dan kamu pun tak henti-hentinya menjalan komunikasi yang lebih intens lagi dari sebelumnya, mulai dari kemarin lusa pada saat di jalan menuju rumah hingga sampai di rumah. Serta seharian lalu. Menyenangkan rasanya. Aku meminta kamu untuk dating ke rumahku. Rumahku yang letaknya di Tangerang dekat dengan Sekolah Tinggi Adminitrasi Negara; rumahku yang ditinggali orang-orang tersayang dan mungkin saja kamu akan menjadi bagian dari orang-orang tersayang itu. Itu cuma kemungkinan kecil saja. Mendekati waktu isya, kamu sudah sampai dirumahku; bertamu. Aku sudah bisa mengetahui apa yang kamu rasakan saat itu. Persis seperti saat aku pertama kali dating ketempatmu. Luar biasa deg-degan bukan?
Satu persatu kuperkenalkan anggota keluargaku. Sehauh yang kulihat tanggapan mereka positif mengenaimu. Sejauh itu pula aku melihat bentuk mukamu yang gelisah dan tak sabar untuk tahu tentang jawabanku atas pertanyaanmu kemarin lusa. Waktu bertamu pun usai. Kamu makin kelihatan putus asa dan tak bersemangat. Pembicaraan seperti terpaksa. Di penghujung malam itu aku sembari menemanimu yang pamit pulang kuantar hingga depan pagar rumah. Dan sebelum kamu mengucapkan sesuatu, yang mungkin ucapan untuk berpamitan pulang, aku secara reflex menggapai tanganmu seperti yang kamu lakukan dulu, lalu.. “Aku mau kamu menjadi lelakiku. Aku mau kit apunya hubungan yang serius. Hanya aku dan kamu.”. Kamu tahu? Rona wajahmu langsung berubah mirip orang yang mendapatkan hadiah lotere dengan kesetiaan menunggu yang luar biasa. Tidak dapat dipungkiri bahwaku juga merasakan hal yang sama. Lalu dengan rasa sayang dan lembut kecupan bibirmu sudah ada di keningku. Dan malam itu akan menjadi malam yang bersejarah yang selalu akan kita ingat ditemani dengan cerahnya bulan dan bintang serta sebuah saksi bisu yaitu pagar rumahku. Keyakinan akan tertidur lelap dan bermimpi tentang kita sudah dapat dipastikan akan terjadi.
Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tak terasa sudah hamper dua tahun kita menjalani hubungan ini. Tahun pertama di hari jadi kita, kamu menghadiahi aku sebuah kamera digital dan foto kita saat kencan pertama di sebuah restoran yang secara diam-diam entah siapa yang mengambil gambar itu. Tahun kedua kamu memberikan kejutan lain, kamu memberikan sepasang cicin yang di dalam lingkarannya terdapat inisial aku dan kamu. Dengan tulus kamu mengatakan bahwa ingin mempunyai hubungan ke tahap selanjutnya yang lebih serius. Kamu selalu punya cara meberikan kejutan-kejutan dalam hubungan ini. Kespontanitasan kamu yang membuatku menilai bahwa ku tak pernah salah menerimamu sebagai lelakiku saat itu.

Kedekatanmu dengan keluargaku semakin membulatkan keyakinanku bahwa kamulah orangnya. Kamu yang tanpa kuketahui ternyata punya keahlian memasak ketika kumain ke kostanmu. Itu membuatku terkejut. Kamu yang tiba-tiba dating ke tempat perkuliahanku hanya untuk makan siang bersama-sama. Itu membuatku terkejut. Kamu yang ketika itu mengetahui aku kurang sehat dengan rela menemani dan setia merawatku meskipun aku pasti akan sehat lagi. Itu membuatku terkejut. Kamu yang ternyata juga banyak kesamaan dalam hal musik, tontonan dan tak pernah mengeluh ketika ku ajak belanja-belanja. Sampai-sampai kita punya lagu untuk kita. Segalanya tetap membuatku terkejut.
Luar bisanya kesabaran yang kamu punya dalam menanganiku adalah hal terbesar mengapa aku di sini bersamamu; mengapa hubungan ini tetap bertahan. Ada kamu, aku ada. Mirip salah satu judul film Indonesia. Tapi memang benar adanya. Aku mungkin bukan siapa-siapa tanpa kamu; aku mungkin tidak akan menemukan jati diri tanpa kamu.
Banyak hal sudah kita lalui selama dua tahun hubungan yang kita jalin. Sekarang memasuki tahun ketiga aku masih tak punya ide apa yang kamu lakukan di hari jadi kita nanti. Impianku hanya satu dan tidak terlalu muluk. Aku ingin kamu terus ada disampingku dan terus menjadi lelakiku yang apa adanya kukenal awal lalu. Dan semoga hubungan yang kita jalin ini selalu dberkahi. Itu saja tidak lebih.
Terlalu banyak makna cinta dari tokoh-tokoh terkenal atau bahkan orang-orang awa, dengan versinya masing-masing. Sedangkan aku sendiri punya makna tentang cinta dari dulu hingga sekarang. Cinta adalah ‘saling’. Makna yang menggantung dan plural. Makna yang aku berikan pada cinta tidak melulu tentang hal-hal positif. ‘Saling’ disini adalah saling mengerti, slaing dukung, saling menghargai, saling percaya, saling sayang, saling melindungi, saling kecewa, saling berbohong, slaing menyakiti dan masih banyak lagi lainnya. Terlepas dari itu semua, aku hanya inginkan kamu di hidupku dan terus mengajariku tentang banyak hal.

Kasih Tak Terlarai - Suman Hs

Seumur hidupnya si Taram hanya dua kali mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Pertama pada saat ayahnya membelikan kacamata buat si Taram,kedua pada saat si Taram mengumandangkan adzan karena suaranya sangat merdu sekali.
 
Si Taram jatuh cinta kepada Nurhaida,pada saat mengungkapkan isi hatinya kepada Nurhaida,dia pun menerima permintaan hatinya.
 
Lima hari kemudian si Taram ingin meminang Nurhaida,maka oleh orang tuanya menyuruh pak Jalil untuk meminang Nurhaida. Ternyata keputusannya ditolak oleh orang tua Nurhaida.
 
Dua hari kemudian setelah penolakan itu,si Taram pergi ke rumah nenek Tijah untuk menghilangkan kesedihannya. Kemudian nenek Tijah menasehati si Taram agar jangan terlalu memikirkan Nurhaida. Setelah itu nenek Tijah menceritakan asal usul si Taram,ternyata si Taram hanya anak pungut. Sewaktu bayi,dia diberikan oleh seorang wanita yang keadaanya serba kekurangan kepada kedua orang tua kamu sekarang pada saat bulan madu. Mendengar cerita tersebut dia merasa sedih dan kaget sekali. Kemudian si Taram sadar bahwa penolakan dari orang tua Nurhaida itu dikarenakan si Taram adalah anak pungut.
 
Setelah peristiwa penolakan dari keluarga Nurhaida,si Taram berencana untuk kawin lari bersama Nurhaida. Rencana tersebut disetujui oleh Nurhaida. Setelah mereka kabur dari kampungnya,kedua orang tua mereka pun sangat gempar atas kehilangan anak – anaknya.
 
Setelah sampai di Singapura kedua sejoli itu pun menikah. Setelah menikah kehidupan mereka menjadi makmur,segala macam kebutuhannya dapat terpenuhi.
 
Semenjak kehilangan kedua sejoli itu,kedua orang tua mereka merasa sangat kehilangan. Kemudian orang tua Nurhaida mengutus anak buahnya untuk pergi mencari mereka ke Singapura. Ternyata pencarian mereka berhasil. Mereka berpura – pura ingin mengunjungi kedua sejoli tersebut. Kemudian setelah lama tinggal di rumah si Taram,diam – diam orang tua tersebut merayu dan menceritakan tentang kampungnya,kepada Nurhaida.
 
Akhirnya Nurhaida pun tergoda hatinya ingin pulang kampung. Tanpa sepengetahuan si Taram,Nurhaida dan kedua orang tua itu pulang ke kampungnya. Pada saat itu si Taram pergi ke Johor karena ada keperluan berdagang.
 
Sudah delapan bulan Nurhaida menetap di kampungnya,akan tetapi si Taram tidak memberi kabar kepada Nurhaida. Maka dari itu warga kampung menyebutnya sudah menjadi janda.
 
Pada awal bulan Rajab petang hari ada sebuah kapal yang berlabuh di kampung Nurhaida. Yang punya kapal itu bernama Syekh Wahab,dia adalah seorang saudagar. Kapalnya menjual berbagai macam obat – obatan. Syekh Wahab sangat dihormati di kampung itu. Pada hari Jumat dia selalu berkhotbah dan menjadi imam.

Setelah dua bulan lamanya,terjadilah isu yang memberitakan bahwa Syekh Wahab akan meminang Nurhaida. Mendengar kabar tersebut orang tua Nurhaida pun langsung menerima pinangannya tersebut.
 
Hari yang dinantikan telah tiba,jam empat sore akan dilangsungkan pernikahan secara besar – besaran. Selanjutnya kedua sejoli itu resmi menjadi suami istri.

Hari raya Idul Fitri pun telah tiba. Semua warga kampung pergi ke mesjid untuk melaksanakan shalat Idul Fitri. Yang menjadi imam dan khotib adalah Syekh Wahab.
 
Setelah selesai melaksanakan shalat ID,lalu Syekh Wahab berkhotbah. Setelah selesai berkhotbah,dia naik ke tingkat atas mimbar dan membuka penutup kepala serta kain yang menutupi janggutnya. Kemudian para jemaah heran dan kaget melihat kejadian tersebut. Karena Syekh Wahab memotong habis janggut serta kumisnya. Ternyata Syekh Wahab adalah si Taram,orang yang selama ini dicari – cari oleh warga kampungnya.

Akhirnya Nurhaida pun tergoda hatinya ingin pulang kampung. Tanpa sepengetahuan si Taram,Nurhaida dan kedua orang tua itu pulang ke kampungnya. Pada saat itu si Taram pergi ke Johor karena ada keperluan berdagang.
 
Sudah delapan bulan Nurhaida menetap di kampungnya,akan tetapi si Taram tidak memberi kabar kepada Nurhaida. Maka dari itu warga kampung menyebutnya sudah menjadi janda.

Pada awal bulan Rajab petang hari ada sebuah kapal yang berlabuh di kampung Nurhaida. Yang punya kapal itu bernama Syekh Wahab,dia adalah seorang saudagar. Kapalnya menjual berbagai macam obat – obatan. Syekh Wahab sangat dihormati di kampung itu. Pada hari Jumat dia selalu berkhotbah dan menjadi imam.
 
Syekh Wahab dan Nurhaida akan menikah. Orang tua Nurhaida menerima lamaran Syekh Wahab.




Srikandi Belajar Memanah - Sunardi D.M

Jemari Srikandi yang meruncing halus itu tiada henti merangkai bunga gambir dan melati. Dia melihat hasil bunga yang dirangkainya dengan seksama, seulas senyum kecil tersungging di bibirnya. Berkatalah ia pada inang pengasuhnya “biyung emban siapakah kira-kira yang pantas memakai karangan bunga yang kususun sendiri ini biyung?”

Nyai emban melakukan sembah dan menjawab “siapa lagi kalau bukan adik paduka sendiri, Raden Drustajumna”

Mendengar jawaban itu Srikandi segera memotong “ah terlampau bagus untuknya, menurut perasaanku hanya Raden Arjuna dari madukara saja yang pantas memakai rangkaian bunga ini biyung”

Biyung emban pun berkata “tapi kenapa harus Raden Arjuna gusti putri? Bukankah Raden Drustajumna adalah adik kandung gusti putri? Sedangkan Raden Arjuna itu hanyalah kerabat saja, kekasih bukan apalagi suami juga pasti bukan”

Dengan nada tinggi Srikandi menjawab “jadi maksudmu aku tak pantas bersanding dengan Raden Arjuna? Gitu biyung!”

“loh memangnya gusti putri berniat menjadi istrinya Raden Arjuna?” tanya si emban dengan kaget.

Srikandi tersipu malu dan menjawab “memang kenapa kalau aku mau menjadi istri Raden Arjuna biyung? Apakah tidak boleh?”

“tentu saja tidak boleh gusti putri! Karena meskipun Raden Arjuna itu terkenal gagah dan tampan serta sakti mandraguna, tetapi sudah bukan rahasia lagi kalau Raden Arjuna itu bajul buntung yang suka menebar cinta dimana-mana, Istri dan kekasihnya berjibun dimana-mana. Aduh… aduh… aduh… pokoknya lupakan saja Raden Arjuna itu gusti putri. Lagi pula menurut kabar yang hamba terima, gusti putri akan segera dijodohkan dengan Prabu Jungkurmadea dari Paranggubarja”

Mendengar hal itu Srikandi sontak kaget dan langsung berdiri “dari mana kamu mendengar kabar itu biyung?”

“ampun gusti putri, hamba mendengar ini dari para penjaga yang mengatakan bahwa tadi pagi ada utusan dari Prabu Jungkumardea yang hendak melamar gusti putri”

Tak lama setelah emban mengatakan itu, nampaklah kedatangan Permaisuri Cempalareja Dewi Gandawati diiringi dengan dayang-dayangnya.

Melihat kedatangan ibundanya terebut Srikandi langsung berlari dan memeluk kaki ibunya. Sambil menangis dia berkata “Ampun kanjeng ibu, apa salah anakmu ini sehingga kanjeng romo dan kanjeng ibu mau menjodohkan aku dengan seorang yang tak dikenal?”

Melihat ulah anaknya itu Dewi Gandawati jadi terharu dan memeluk putrinya “ah tidak putriku romo dan ibundamu ini hanya merasa sudah waktunya kamu untuk memiliki seorang suami pendamping hidup dan kebetulan sekali Prabu Jungkumardea adalah seorang raja yang masih jejaka dari Kerajaan Paranggubarja ingin menjadikanmu sebagai permaisurinya, tentu saja Romo dan bundamu ini menerimanya dengan senang hati”.

“pokoknya putrimu ini tidak sudih, lebih baik jadi wadat tidak menikah seumur hidup, daripada harus menikah dengan orang yang tak dikenal” mendengar jawaban tersebut Dewi Gandawati berkata “aduh putriku, pikirkanlah nasib kerajaan ini jika engkau menolak lamaran Raja Paranggubarja itu, sudah pasti akan terjadi perang yang tentunya akan merugikan rakyat banyak, pikirkanlah tentng hal itu anakku”.

Srikandi diam sesaat seperti memikirkan sesuatu, kemudian dia berkata “baiklah ibu, berikanlah putrimu ini waktu selama tujuh hari untuk melakukan tapa brata agar bisa memikirkan hal ini dengan baik” sambil menghela napas panjang dan mengelus rambut p[utrinya Dewi Gandawati berkata “baiklah anakku pikirkanlah hal ini dengan baik, biar bundamu ini yang akan melaporkan pada romomu”

Setelah itu Dewi Gandawati pun pergi dan Srikandi kembali ke kamarnya, akan tetapi alih-alih bersiap-siap untuk melakukan tapa brata, Srikandi malah mengemasi pakaiannya dan diam-diam pergi keluar istana menuju Madukara untuk menemui Arjuna.

Setibanya di Madukara, Srikandi menyelinap masuk ke Taman Maduganda. Untuk menarik perhatian Arjuna, dipetiklah setiap bunga-bunga yang ada dan sebarkannya di setiap jalan yang dilewatinya.

Arjuna yang datang diiringi Semar, Gareng, Petruk dan Bagong memasuki taman Maduganda. Dia sangat terkejut serta marah melihat taman kesayangannya menjadi rusak dan bunga-bunga jatu berserakan di sepanjang jalan. Dengan marah dia berkata “siapa ini orangnya berani merusak tamanku, memetik bunga-bunga dan dibuang disepanjang jalan? Sungguh berani mati! Aku bersumpah kalau ia laki-laki akan kupotong lehernya, kalau perempuan biasa akan kupotong tangannya, dan jika ia perempuan cantik maka akan aku sekap selama tujuh hari tujuh malam dalam kamarku”.

Baru saja kata-katanya selesai diucapkan, dilihatnya ada seorang putri cantik berdiri tidak jauh dari situ “ee.. ternyata dinda Srikandi ptri ayu dari Cempalareja yang merusak tamanku. Apa boleh buat harus kena hukuman karena sudah menjadi sumpahku harus kusekap selama tujuh hari tujuh malam dalam kamarku.




Ketika Cinta Harus Bersabar - Nurlaila Zahra

Ya Rabbi, entah siapa yang tadi aku lihat. Malaikatkah? atau mungkin seorang alim yang menjelma seperti Malaikat? Entahlah. Tapi yang pasti, hatiku langsung berdetak kencang tatkala kedua mataku menatap tak sengaja wajah putih bersih nan berwibawa itu yang sempat melintasi penglihatanku. Sampai sekarang, sosok ‘malaikat’ itu masih melekat dalam benakku.

Sore tadi, Mama mengajakku kerumah salah seorang sahabatnya yang tengah sakit. Awalnya aku menolak karena memang editan tulisanku belum selesai aku revisi kembali. Besok lusa harus segera aku serahkan ke pihak penerbit untuk dipelajari dan untuk selanjutnya di terbitkan menjadi sebuah buku novel yang siap untuk dibaca. 
 
Aku seorang penulis novel yang memang belum terlalu termasyhur seperti Habiburrahman El Shirazy, Azimah Rahayu, Helvy Tiana Rossa, dan masih banyak nama-nama penulis lainnya yang menjadi penulis idolaku sekaligus menjadi inspirasiku dalam menulis. Dua novelku sudah beredar di pasaran. Yang pertama berjudul Kerlingan Hati dan yang kedua berjudul Episode Jingga. Alhamdulillah kedua novelku itu laris manis di pasaran. Dan sekarang, aku sedang menggarap novelku yang ketiga yang judulnya masih aku rahasiakan. Tapi lagi-lagi karena mamaku tersayang mengajakku pergi menjenguk temannya yang sedang sakit, jadilah aku merubah semua jadwalku duduk didepan komputer untuk merevisi ulang novelku, untuk ikut mama pergi menjenguk temannya. 
 
Mau bilang apa lagi? toh kalau mama sudah beralasan,”Dinda, nanti kalau sampai penyakit mama kumat di jalan, bagaimana?”. Hfh…tak tega rasanya kalau sampai penyakit asma mama kumat ditengah jalan. Semoga saja tidak. 
 
Aku berangkat bersama mama tepat setelah shalat Ashar kami tunaikan. Aku tidak pernah tahu teman mama yang satu ini. Mama bilang dia itu bernama Ibu Rahayu. Teman mama semasa kuliah dulu. Aku hanya mendengarkan mama bercerita banyak tentang sahabatnya itu yang katanya lumayan cantik dan mempunyai seorang suami yang juga tampan dan seorang anak laki-laki yang menurut mama sangat cocok untuk dijadikan seorang menantu.

”Bu Rahayu itu punya seorang anak laki-laki. Mama lupa namanya siapa. Tapi yang pasti dia itu cocoklah untuk dijadikan seorang menantu” 
 
Hfh…aku hanya menghela nafas mendengar celotehan mama yang menurutku hanya sebuah pengharapan seorang ibu yang menginginkan anak perempuannya segera menikah. Menikah. Semua gadis yang sudah cukup umur juga pasti berharap ingin segera mempunyai pendamping hidup yang sesuai dengan kriterianya. Ya…minimal seseorang yang baik, sholeh, bertanggung jawab, dan dapat menerima keadaan diri apa adanya. Tapi kalau memang belum jodoh mau diapakan lagi? Aku hanya berharap seorang yang soleh yang bersedia menjadi suamiku.

Tepat disebuah rumah bernuansa minimalis kami turun dari mobil yang aku kendarai sendiri. Diluar sudah ada seorang perempuan paruh baya yang membukakan pintu rumah untuk kami. Ibu itu lalu menyuruh kami masuk karena dia sudah tahu bahwa kami akan datang untuk menjenguk Ibu Rahayu. Sekantong buah-buahan aku serahkan padanya. Diapun segera mengantar kami memasuki kamar Bu Rahayu. 
 
Di dalam aku melihat seorang ibu yang sudah sedikit tua dengan wajah pucat pasinya berbaring diatas tempat tidur berselimutkan kain yang sangat tebal. Kepalanya ia tutup dengan sebuah kerudung pendek. Dialah Bu Rahayu. Senyumnya segera menyambut kami ketika ia lihat wajah kami nampak dari balik pintu. Mama dan Bu Rahayu segera berpelukan tatkala keduanya dipertemukan kembali setelah beberapa tahun tidak bertemu. Tangis kebahagiaanpun membuncah disana. Aku hanya bisa menatap mereka dengan penuh haru. Beberapa saat lamanya aku menjadi orang yang terasing didalam kamar itu. Tiba-tiba Bu Rahayu menegurku dengan sapaan yang lembut. Tegurannya itu membuat aku tersadar dari lamunanku. 
 
”Ini pasti Dinda ya?” Tanya Bu Rahayu.
”I..iya bu..” Jawabku tergagap. Aku segera meraih tangannya dan kucium. Aku kembali tersenyum padanya.
”Sudah besar ya? Berapa usia kamu sekarang?” Tanya Bu Rahayu lagi yang membuat aku ragu-ragu untuk menjawabnya.
”Ehm...27 tahun bu” Sahutku tanpa semangat yang membara. Entah mengapa setiap kali ada seseorang yang menanyakan berapa usiaku, aku selalu menjawabnya tanpa mempunyai semangat. Mungkin karena sampai sekarang aku belum juga menikah.
”Tahu darimana Lis kalau aku sakit?” Tanya Bu Rahayu pada Mama. Aku menarik kursi yang disediakan oleh ibu tua tadi sambil mendengar jawaban Mama.
”Dari Rudi. Kebetulan kemarin aku bertemu dia di pasar. Dan dia bilang katanya kamu sakit. Memang kamu sakit apa sih Yu?” Mama balik bertanya.
”Tahulah Lis. Aku juga bingung sendiri dengan sakitku” Jawab Bu Rahayu dengan mata berkaca-kaca. Sesaat kutangkap sepertinya ada yang mengganjal dalam hatinya. Diapun mulai bercerita.
”Beberapa hari yang lalu ada yang menawarkan seorang muslimah padaku untuk dijadikan istri oleh anakku....”
”Oh iya, mana anakmu itu? Kok tidak kelihatan? Siapa namanya?” Cerocos Mama memotong pembicaraan Bu Rahayu. Bu Rahayu menghela nafasnya dan menjawab dengan nada datar. Aku memperhatikannya dengan seksama.
”Anakku itu bernama Yusuf Abdul Fattah. Masa kau lupa sih Lis?”
”Oh iya! Maaf..maaf, namanya juga orang tua. Lanjutkan Yu!” Kata Mama seraya menyuruh Bu Rahayu untuk melanjutkan ceritanya.
”Aku sempat melihat gadis itu. Wajahnya cantik, perilakunya baik, ahklaknya pun bagus. Dia berjilbab, sama seperti Dinda” Lanjut Bu Rahayu sambil melirik kearahku ketika dia menyebutkan namaku. Aku hanya tersenyum dan meneruskan mendengar cerita Bu Rahayu.
”Setelah aku tawarkan pada si Yusuf, lha kok dia malah menolak. Katanya, kurang cocok dengan seleranya. Asal kamu tahu saja ya Lis, ini untuk yang kelima kalinya dia menolak untuk dinikahkan. Kamu tahu sendiri, usianya Yusuf itu tidak beda jauh denganusianya Dinda. Apalagi coba yang mau dicari dengan umur segitu kalau bukan istri. Aku sampai stres memikirkannya dan akhirnya aku jatuh sakit. Nah itulah penyebab sakitku saat ini” Ucap Bu Rahayu menutup ceritanya. Sesekali kulihat dia membenarkan posisi duduknya yang bersandar pada sebuah bantal.




 
Subscribe to Novel I-One

Enter your email address: