Loading
Showing posts with label Kisah Nyata. Show all posts
Showing posts with label Kisah Nyata. Show all posts

A Child Called "It" - Dave Pelzer

5 Maret 1973, Daly City, California—Aku terlambat. Aku harus menyelesaikan pekerjaan mencuci peralatan makan secepatnya, kalau tidak aku tidak dapat jatah sarapan; dan karena semalam aku tidak makan, jadi sekarang aku harus makan sesuatu. Ibu mondar-mandir sambil berteriak kepada saudara-saudara lelakiku. Aku bisa mendengar langkahlangkahnya yang berat menuju dapur. Cepat-cepat aku membilas lagi. Tapi terlambat. Ibu menarikku dengan kasar. 

Plak! Ibu memukul mukaku, dan aku terjatuh. Aku tahu lebih baik aku menjatuhkan diri daripada tetap berdiri dan dipukul lagi. Kalau aku tetap berdiri, Ibu akan menganggap itu sebagai sikap membantah, dan itu artinya beberapa pukulan lagi atau, yang paling kutakutkan, tidak diberi makan. Baru kemudian aku berdiri pelan-pelan sambil memiringkan mukaku agar tidak menatapnya, sementara Ibu berteriak di telingaku. 

Aku menunjukkan sikap ketakutan, sambil terus-menerus mengangguk seakan memahami arti ancaman-ancaman yang keluar dari mulutnya. "Ya, ya," kataku dalam hati, "asalkan aku boleh makan. Pukul aku lagi, asalkan aku dapat makanan karena aku harus makan." Satu pukulan lagi menyentakkan kepalaku hingga membentur pinggiran dinding. Aku meneteskan air mata sebagai tanda tak tahan menerima cemoohan Ibu. 

Ibu lalu keluar dari dapur, tampaknya ia puas akan perlakuannya terhadapku. Aku menghitung langkahlangkahnya untuk memastikan bahwa ia benar-benar sudah jauh dari dapur, dan aku pun menarik napas lega. Sandiwaraku berhasil. Ibu boleh memukuliku sesuka hatinya, tapi aku tak membiarkannya mengalahkan tekadku untuk bertahan hidup. 

Kuselesaikan mencuci peralatan makan, yang menjadi salah satu tugasku sehari-hari. Sebagai upahnya, aku mendapat sarapan sisa-sisa yang ada di mangkuk sereal salah satu kakakku. Pagi ini sereal Lucky Charms. Cuma ada sedikit sisa sereal dan susu di mangkuk itu, tapi aku harus cepat-cepat menghabiskannya sebelum Ibu berubah pikiran. Itu pernah terjadi. Ibu senang sekali menggunakan makanan Sebagai senjata. Dia senang cepat-cepat membuang sisa makanan ke dalam keranjang sampah, sebab dia tahu aku akan mengais-ngaisnya untuk dimakan. 

Ibu tahu hampir semua siasatku. Tak lama kemudian aku sudah berada di dalam station wagon tua kami. Karena banyak sekali tugas rumah yang harus kuselesaikan, aku jadi terburu-buru berangkat sekolah. Biasanya aku lari ke sekolah, dan sampai di sana persis pelajaran dimulai sehingga aku tak sempat mencuri makanan dari bekal makan siang anak-anak lain. 

Sampai di depan sekolah, Ibu membiarkan kakak sulungku langsung masuk ke sekolah, tapi aku ditahannya dulu untuk mendengarkan rencananya besok. Dia mau mengirim aku ke rumah kakaknya. Dia bilang Paman Dan akan "mengasuhku". Itu ancaman, jadi aku pura-pura takut. Aku tahu betul pamanku itu tidak akan memperlakukan aku seperti Ibu memperlakukan aku, meskipun pamanku itu memang galak. 

Station wagon belum betul-betul berhenti, tapi aku sudah menghambur keluar. Ibu berteriak, memanggilku kembali. Aku lupa membawa kotak kusam tempat bekal makan siangku, yang sudah tiga tahun ini menunya itu-itu juga, dua tangkup roti isi selai kacang ditambah beberapa potong wortel. Aku ingin langsung berlari lagi, tapi Ibu berkata, "Bilang pada mereka... Bilang pada mereka kau terantuk pintu" . Lalu ia mengatakan sesuatu yang amat jarang ia katakan padaku, "Semoga harimumenyenangkan". Kulihat kedua matanya yang merah. Ia masih agak mabuk, sisa semalam. Dulu matanya bagus, rambutnya sekarang acak-acakan tak terurus. Ia tidak memakai riasan wajah, seperti biasanya. Ia tahu ia gemuk. Ya, begitulah penampilan Ibu. 

Karena terlambat banyak, aku harus melapor ke ruang tata-usaha. Ibu sekretaris di ruang itu menyambutku dengan senyuman. Tak lama kemudian, perawat sekolah muncul dan mengajakku masuk ke ruang kerjanya, lalu kami melakukan hal-hal yang sudah biasa kami lakukan. Pertama, ia memeriksa muka dan lenganku. 

"Bagian atas matamu kenapa?" ia bertanya. 

Agak canggung, aku menunduk sambil menjawab, "Oh, itu terbentur pintu... Tidak sengaja". 

Perawat sekolah itu tersenyum lagi, lalu mengambil clipboard dari atas lemari arsip. Ia membalik selembar atau dua lembar kertas, lalu menunduk dan menunjukkan padaku tulisan di halaman kertas itu. "Coba lihat ini", katanya. "Kau mengatakan hal yang sama hari Senin kemarin. Kau ingat?" 

Cepat-cepat aku ganti ceritaku, "Aku sedang main bisbol, lalu pemukulnya mengenai aku. Tidak sengaja, kok". Tak sengaja. Aku harus selalu berkata begitu. Tapi perawat sekolah itu rupanya lebih tahu. Dengan caranya, ia selalu berhasil membuatku mengatakan kejadian sebenarnya. 

Pada akhirnya aku selalu mengaku sambil terisak, meskipun aku selalu merasa harus melindungi Ibu. Perawat sekolah itu berkata bahwa aku akan baik-baik saja, lalu menyuruhku membuka baju. Ini sudah kami lakukan sejak tahun lalu, jadi sekarang aku menurut saja. 

Lubang-lubang di baju lengan panjangku lebih banyak daripada lubang-lubang di keju Swis. Selama dua tahun ini itulah satu-satunya baju yang kupakai. Ibu menyuruhku memakai baju itu setiap hari. Begitulah caranya menghinaaku. Celana yang kupakai sama jeleknya. Sepatuku berlubang di bagian ujung depan, sampai-sampai aku bisa mengeluarkan dan menggerak-gerakkan jempol kakiku dari salah satu lubang-lubang itu. Lalu aku berdiri hanya dengan mengenakan pakaian dalam, sementara perawat sekolah mencatat luka dan memar di sekujur tubuhku pada clipboard-nya. Ia menghitung sejumlah tanda seperti garis miring di wajahku dengan saksama, jangan-jangan ada yang terlewat dan belum ia catat. Ia teliti betul. 

( Password : Novel I-One )

Kisah seorang penagih tagihan listrik PLN


Ini kisah seorang pelanggan dan ketidakjujuran petugas penagih Tagihan Listrik PLN.


Sekitar pukul 10.20 WIB, seorang penagih tagihan listrik menagih ke pelanggan atas nama Fenny Marisa, si pelanggan menanyakan kepada penagih kenapa ada pungutan sebesar Rp 1.600, setiap pembayaran.


Ken, petugas Penagih itu menjawab, "oh ini biaya administrasi bank."

Dialog berlanjut. "Bank apa? Di nota bukti pembayaran tak ada tulisan nama bank. Kami pelanggan tak pernah diberitahu," kata si pelanggan.


Si petugas terdiam sejenak. Seraya coba menulis, dia menjawab, "Ini sudah lama. Sudah dari dulu kok."


Pelanggan balik bertanya! "Saya membayar di loket PLN, kenapa tidak dikenakan biaya bank. Anda petugas bank mana! Tak ada I'd card?"


"Oh, ini loket bank BNI!, jawab si petugas yang mengenakan Putih Orange.


Si pelanggan masih penasaran! "Mana bukti Anda petugas Bank!"


"Itu, ada tulisan bank BNI."

Karena penasaran dan ragu dengan pengakuan petugas, si pelanggan pun mengikuti petunjuk.

Tulisannya bukan Bank BNI, seperti kata si petugas melainkan Bank BRI Syariah.

Merasa petugas loket tak jujur, si pelanggan pun berlalu seraya mengurut dada. "Kita dikerjai lagi sama oknum PLN ini. Menjual nama Bank BNI, untuk menarik pungutan liar. 

Kearifan Pelacur - Elizabeth Pisan


Buku ini adalah sebuah buku non fiksi, namun kita tidak akan disuguhkan dengan uraian-uraian teoritis dengan seabrek data-data kering dengan bahasa yang sulit dimengerti . Buku ini bisa dikatakam merupakan campuran antara memoar dan berbagai analisis kebijakan penanganan HIV di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Selain itu pembaca juga diajak menyelami pergolakan batin penulisnya. Itulah yang menjadikan buku ini tak hanya kaya akan data dan informasi, tetapi juga realistis dan sangat membumi, bahkan beberapa hal sangat praktis untuk dapat diterapkan. Pengalaman Elizabeth yang pernah bekerja sebagai jurnalis Reuters sangat berpengaruh dalam menyajikan tulisan yang enak dibaca dan sangat informatif ini.



Walau buku ini bukan buku tentang AIDS di Indonesia, namun karena Elizabeth banyak berkiprah di Indonesia, maka banyak dari apa yang diceritakannya dalam buku ini terjadi di Indonesia. Khusus mengenai Indonesia, berdasarkan analisanya, Elizabeth mengemukakan bahwa Indonesia memiliki dunia perdagangan seks yang besar dengan tingkat penggunaan kondom yang sangat rendah dan tingkat penularan penyakit seksual yang amat tinggi. Ini merupakan resep paling mujarab bagi penyebaran HIV/AIDS.

Pada tahun 1992, seorang peneliti Amerika Serikat bernama Mike Linnan menerbitkan sebuah laporan berjudul , “AIDS di Indonesia : Badai yang Akan Datang”, yang menyebutkan bahwa gelombang penularan penyakit ini akan segera menyapu Indonesia. Laporan ini membuat Bank Dunia pada tahun 1996 memberikan hampir 25 juta dolar kepada pemerintah Indonesia untuk menangani masalah ini. Sayang proyek ini mengalami ‘kesalahan pengelolaan’ hingga akhirnya tak memberikan pengaruh berarti pada penanganan virus AIDS di Indonesia. Untunglah dana-dana bantuan baik dari Amerika Serikat maupun Australia terus mengalir sehingga berbagai usaha pencegahan penyebar virus mematikan ini masih dapat terus berlangsung.

Mengenai dana-dana besar berjumlah puluhan milyar dolar yang digelontorkan berbagai negara termasuk Bank Dunia ini, Elizabeth mengandaikannya bagaikan semut dalam semangkuk gula, dimana dana yang besar ini menjadi rebutan baik pemerintah maupun LSM-LSM yang saling sikut untuk memperoleh bagiannya.

Dalam buku ini Elizabeth mengungkapkan bahwa ada beberapa golongan yang dianggap sebagai kendaraan penyebaran virus HIV, yaitu : para PSK, waria, kaum homoseksual, dan pemakai jarum suntik. Karena di Indonesia tingkat penggunaan kondom yang rendah, maka waria dan kaum homoseksual sangatlah beresiko tinggi dalam penyebaran virus HIV di Indonesia. Ironisnya mereka tak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya HIV/AIDS sehingga resiko tertular yang dihadapinya semakin besar.

Di Indonesia sendiri tingkat penyebaran virus HIV kini sudah dalam taraf mengkhawatirkan, beberapa daerah telah dinyatakan sebagai epidemi. Banyak versi berapa jumlah data penderita HIV di Indonesia, yang tertinggi hingga bulan Semptember 2008 penderitanya telah mencapai 270 ribu orang. Jika hal ini tidak ditangani dengan serius maka badai AIDS akan menyapu Indonesia. Karenanya kini kampanye anti HIV yang khususnya dilakukan oleh LSM-LSM semakin gencar antara lain kampanye safe sex dengan mempopulerkan penggunaan kondom dan penggunaan jarum suntik baru. Sayangnya kampanye ini banyak ditentang oleh masyarakat, dinilai tidak etis karena seolah melegalkan dan mendorong seseorang untuk melakukan seks bebas dan narkoba.

Dibanding kampanye penggunaan kondom, sebagian masyarakat dan pemerintah tampaknya memilih cara lain dalam mengerem laju virus HIV pada pemakai narkoba dan industri seks. Salah satunya dengan menutup kompleks lokalisasi pelacuran. Cara ini dikritik oleh Elizabeth, usaha pemerintah yang serta merta menutup kompleks lokalisasi, kemudian mendirikan tempat ibadat di bekas kompleks tersebut tidaklah efektif dalam penanganan penyebaran virus HIV/AIDS.

Beberapa wanita pekerja seks yang sumber kehidupannya dirampas, memilih pulang kampung dengan membawa penyakit mereka. Beberapa yang lain kembali beroperasi di jalanan tanpa pemeriksaan berkala dari dinas kesehatan seperti saat mereka bekerja di lokalisasi. Akibatnya penyakit yang dibawanya menyebar tak terkendali dan jika ada diantara mereka yang mengidap HIV maka penyebaran virus tersebut menjadi semakin liar.

Apa yang dilakukan pemerintah Indonesia ini berbeda dengan yang dilakukan oleh pemerintah Thailand yang tekenal dengan industri seksnya dan pernah memiliki tingkat penyebaran HIV yang tinggi di Asia. Pemerintah setempat tak menutup pusat-pusat lokalisasi, melainkan dengan melakukan kontrol yang ketat terhadap kesehatan para pekerja seksnya, selain itu pemerintah Thailand juga mengharuskan semua aktivitas seks di lokalisasi tersebut menggunakan kondom. Jika ketahuan tidak menggunakan kondom atau diketahui bahwa virus HIV/AIDS berasal dari kompleks tersebut, barulah izin usaha mereka dicabut.

Mana yang efektif dalam menangkal penyebaran virus HIV?. Yang pasti data menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berhasil mengerem laju epidemi HIV di industi seks komersial Thailand dibanding Indonesia. Hal ini mengajarkan pada kita bahwa lebih mudah meningkatkan penggunaan kondom daripada mengukung industri seks dalam menekan penyebaran HIV.

Dalam hal penyebaran HIV melalui jarum suntik. Penulis dengan tegas menyatakan bahwa penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah salah satu cara yang paling efektif bagi virus HIV untuk terjun bebas berpindah dari tubuh seseorang ke seseorang lainnya. Peperangan melawan Narkoba dengan memenjarakan para pemakai barkoba tidaklah efektif . Penjara merupakan tempat yang bagus untuk belajar menjadi penyuntik. Dengan tegas penulis menyatakan bahwa di Indonesia penjara tak ubahnya pabrik HIV. Hasil risetnya membuktikan bahwa lonjakan penularan HIV ternyata bukan ditemukan dalam industri seks, melainkan di antara para tahanan. Bahkan satu diantara enam orang yang ditahan di penjara yang berada persis di seberang jalan kantor program AIDS Depkes RI telah tertular HIV! Jadi jika sebelumnya para tahanan itu masuk dalam keadaan sehat, sekeluar dari penjara mereka sudah tertular HIV.

Selain kampanye penggunaan jarum suntik steril yang disinggung dalam buku ini, Elizabeth juga mengulas cara terbaru yang terbukti efektif untuk pencegahan HIV di antara para pecandu heroin suntik yaitu dengan terapi Methadon. Methadon adalah sebuah obat sintesis yang meniru efek dari obat-obatan sejenis heroin. Obat yang berbentuk sirup ini secara bertahap dapat menghilangkan ketergantungan pada heroin tanpa harus mengalami sakau. Dan yang menggembirakan obat ini sangat murah, satu dosisnya seharga beberapa ribu rupiah saja dan kini sudah mulai dijual di klinik-klinik.

Dalam buku ini juga akan terungkap bahwa usaha untuk melawan virus mematikan ini terdapat dua kubu yang berperang dengan caranya masing-masing. Yang satu berperang dengan cara membagikan kondom dan jarum suntik baru. Di lain pihak ada yang berperang dengan menganjurkan berpantang seks. Keduanya kadang saling menyalahkan, pihak yang menganjurkan berpantang seks berpendapat bahwa membagikan kondom dan jarum suntik adalah tindakan amoral karena seolah menganjurkan seks bebas dan narkoba. Sementara pihak lain mengklaim bahwa metode berpantang seks hanya efektif bagi orang yang dengan teguh mengikuti pantangan ini dan metode ini memiliki tingkat kegagalan yang tertinggi. Melihat hal ini Elizabeth di akhir paragraf buku ini menganjurkan agar para dua kubu yang berperang dalam caranya masing-masing hendaknya mau meninggalkan egonya masing-masing dan bersatu padu dalam satu barisan untuk melawan penyakit ini agar dapat membuat bumi kita ini menjadi lebih baik lagi.

Masih banyak fakta-fakta yang menarik dan bermanfaat dalam buku ini baik mengenai penyebaran HIV, penanggulangannya, bagaimana cara kerja virus ini dalam tubuh seseorang, berbagai metode pengobatan, intrik-intrik dalam industri AIDS, dan sebagainya. Karenanya buku ini dapat dijadikan semacam buku panduan tak resmi bagi para pengambil keputusan, praktisi sosial, atau bagi mereka yang ingin terjun dalam bidang HIV baik itu sebagai relawan maupun bagi mereka yang bekerja di lembaga resmi pemerintah. Bagi mereka yang awam yang tadinya hanya tahu sedikit mengenai AIDS, buku ini akan membuka cakrawala kita lebih dalam lagi mengenai apa dan bagaimana sebenarnya virus ini bisa menyebar dan bagaimana penanganannya yang efektif.






Dakwah Rasulullah SAW di Medan Perang

 
Ada banyak riwayat yang mengatakan, bahwa Rasulullah SAW tidak akan memulai peperangan, kecuali sesudah menyeru terlebih dahulu untuk memeluk Islam. (Nashbur-Raayah 2:278; Majma'uz-Zawa'id 5:304; Kanzul Ummal 2:298).

Ibnu Mandah dan Ibnu Asakir telah memberitakan dari Abdul Rahman bin A'idz ra. katanya: Apabila Rasulullah SAW mengutus pasukannya ke medan perang, terlebih dahulu Beliau berpesan kepada mereka, katanya: Berlembutlah kepada manusia, dan jangan memulai sesuatu tindakan, sebelum kamu mengajak mereka kepada agama Allah. Sesungguhnya tiada penghuni rumah, atau penduduk kampung, yang dapat kamu membawa mereka kepadaku dalam keadaan memeluk Islam, itu adalah lebih baik kepadaku dari kamu membawa kepadaku wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka yang kamu tawan, padahal kamu telah membunuh semua lelaki-lelaki mereka. (Al-Ishabah 3:152; Musnad Termidzi 1:195)

Pesan Rasulullah SAW kepada Pasukan Jihad

Riwayat dari Buraidah ra. katanya: Apabila Rasulullah SAW mengutus satu pasukan, atau pasukan untuk berperang, ia berpesan kepada ketua atau panglimanya supaya senantiasa bertaqwa kepada Allah, khususnya pada diri mereka dan juga pada semua kaum Muslimin, kata Beliau: "Jika kamu bertemu dengan musuh kamu dari kaum musyrikin, ajaklah mereka kepada satu dari tiga perkara, dan kiranya mereka menerima apa saja dari antara tiga perkara itu, hendaklah kamu menerimanya dan berhentikan menyerang mereka":

  1. Ajak mereka untuk memeluk Islam, jika mereka menerimanya, biarlah mereka memeluk Islam, dan berhenti menyerang mereka.
  2. Ajaklah mereka untuk berpindah dari negeri mereka ke negeri orang yang berhijrah (yakni negeri Islam), dan beritahu mereka jika mereka setuju, akan diberi hak seperti yang diberikan kepada kaum yang berhijrah, dan menanggung hak seperti yang ditanggung oleh mereka. jika mereka enggan berpindah, dan ingin rnenetap di negeri mereka, maka beritahu mereka bahwa mereka harus bersikap seperti kaum badui Arab yang telah memeluk Islam, berlaku ke atas mereka semua hukum-hukum Allah yang dilaksanakan ke atas kaum yang beriman, dan bahwa mereka tidak berhak untuk menerima jizyah dan harta rampasan perang, kecuali jika mereka turut berjihad dengan kaum Muslimin.
  3. Jika mereka enggan juga semua tawaran itu, maka berundinglah dengan mereka supaya mereka membayar jizyah (pajak), jika mereka terima, hendaklah disetujui dan hentikan serangan kepada mereka. Tetapi, jika mereka enggan dan menolak juga, maka mintalah bantuan kepada Allah dan perangilah mereka itu. Kemudian, apabila kamu mengepung penduduk yang berlindung di dalam bentengnya, lalu mereka memohon supaya kamu memberikan keputusan kepada mereka dengan hukuman Allah, maka janganlah kamu menuruti permohonan mereka itu, kerana kalian tidak mengetahui apa yang akan diputuskan Allah kepada mereka. Akan tetapi putuskanlah menurut kebijaksanaan kamu, dan tetapkanlah ke atas mereka sesudah itu apa yang dipandang wajar!
(Muslim 2:82; Abu Daud, hal. 358; Ibnu Majah, hal. 210, dan Baihaqi 9:184)

Ada beberapa riwayat yang memberitakan dari Saiyidina Ali bin Abu Thalib ra. bahwa Rasulullah SAW pernah mengutusnya ke medan perang, dan setelah pasukannya berangkat, Beliau lalu menyuruh orang mengejar pasukan itu supaya menyampaikan pesan Rasulullah SAW yang berbunyi: jangan kamu memerangi musuh kamu sebelum kamu menyeru mereka kepada agama Islam terlebih dahulu.

Dalam pembicaraan yang disampaikan oleh Sahel bin Sa'ad ra. yang dinukil oleh Bukhari dan lainnya, bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Ali ra. pada peperangan Khaibar: Berangkatlah dengan segera, hingga engkau tiba di medan perang mereka, kemudian serulah mereka kepada Islam, dan beritahu mereka apa yang diwajibkan Allah dari hal hak-haknya. Demi Allah, seandainya Allah berikan petunjuknya kepada seorang saja di antara mereka di tanganmu, itu adalah lebih baik dari engkau memiliki unta-unta merah!

Ibnu Sa'ad telah meriwayatkan dari Farwah bin Missik Al-Qathi'i ra. berkata: Sekali peristiwa aku datang kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah! Boleh atau tidakkah aku memerangi kaumku yang enggan memeluk Islam dengan mereka yang telah memeluk Islam", tanya Farwah. "Ya, boleh!" jawab Rasulullah SAW "Tapi, wahai Rasulullah!" tambahku, "mereka itu dari keturunan Saba', mereka terkenal kuat dan berani mati!" aku cuba menerangkan situasi yang sebenarnya. "Ya, boleh dan aku benarkan kamu memerangi mereka itu, walaupun mereka Saba' sekalipun!" Rasulullah SAW mengizinkanku untuk meneruskan cita-citaku itu. Berkata Farwah: Aku pun meninggalkan majlis Rasulullah SAW itu kembali ke rumah untuk membuat persiapan. Rupanya waktu itu, telah turun firman Allah ta'ala yang menjelaskan lagi tentang permasalaan Saba' tadi. Lalu Beliau menyuruh mencariku dengan mengutus orang untuk memanggilku. Malangnya aku juga sudah berangkat. Maka utusan itu pun mengejarku dan mengajakku kembali untuk menemui Rasulullah SAW. Apabila aku memasuki majelisnya, aku dapati Beliau sedang duduk dan dikelilingi oleh beberapa orang sahabatnya, lalu Beliau berkata: "Wahai Farwah! Mulaikanlah dengan menyeru mereka kepada Islam terlebih dahulu, siapa yang setuju terimalah darinya. Dan siapa yang enggan, jangan engkau lakukan apa-apa terhadapnya, sehingga datang perintah Allah kepadaku!". "Ya Rasulullah! Apa itu Saba'?" terdengar seorang sahabat bertanya, "apakah dia mengenai tanah Saba' ataupun puterinya?". "Bukan", jawab Rasulullah SAW. "Dia bukan tanahnya atau puetrinya. Tetapi dia seorang lelaki Arab yang beranak sepuluh. Enam dari padanya berpindah ke Yaman, dan empat yang lain berpindah ke Syam". Rasulullah SAW menjelaskan hakikat Saba' itu. Kemudian Beliau menyambung pula: "Adapun yang pergi ke Syam, yaitu: Lakham, Judzam, Chassan dan Amilah", Beliau berhenti sebentar, kemudian menyambung lagi, "adapun yang ke Yaman, maka mereka itu: Azd, Kindah, Himyar, Asyfariyun, Anmar dan Mudzhij". Terdengar pula suatu pertanyaan lagi meminta penerangan, Siapakah Anmar itu?". "Dia itulah yang dari keturunan Khats'am dan Bujailah", jelas Rasulullah SAW, lagi. (Thabaqat Ibnu Sa'ad 2:154, dan Kanzul Ummal 1:260)

Dalam versi Ahmad dan Abd bin Humaid yang diriwayatkannya dari Farwah juga, bahwa dia berkata: Aku telah mendatangi Rasulullah SAW meminta izinnya untuk memerangi orang yang tidak mau memeluk Islam, kataku: "Bolehkah aku memerangi orang yang enggan memeluknya dengan mereka yang telah memeluk Islam dari kaumku?". "Ya, boleh", jawab Rasulullah SAW. "Engkau boleh memerangi orang yang enggan memeluk Islam itu dengan siapa yang telah memeluk Islam dari kaummu". Setelah aku pergi, Beliau lalu memanggilku kembali, seraya berkata: "Jangan engkau memerangi mereka, sehingga engkau menyeru mereka kepada Islam terlebih dahulu". Tiba-tiba terdengar suara orang bertanya kepada Beliau, katanya: "Wahai Rasulullah! Saba' itu, apakah lembah, atau bukit, ataupun apakah dia sebenarnya?". "Bukan semua itu", jawab Rasulullah SAW, "tetapi dia adalah seorang Arab yang beranak sepuluh orang anak...". Dan seterusnya sehingga akhir penerangan Rasulullah SAW seperti yang disebutkan di atas tadi (Tafsir Ibnu Katsir 3:531)

Thabarani meriwayatkan dari Khalid bin Said ra. katanya: Rasulullah SAW pernah mengutusku ke negeri Yaman, seraya berpesan: Siapa yang engkau temui dari kaum Arab, lalu terdengar darinya suara azan, janganlah engkau mengganggunya. Dan siapa yang mendatangi suara azan, ajaklah mereka kepada Islam. (Majma'uz-Zawa'id 5:307)

Surat Kecil Untuk Tuhan - Agnes Davonar

Kisah Nyata Gadis Berusia 13 Tahun Bertahan Hidup Dari Kanker Ganas Paling Mematikan Di Dunia 




Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini.
Tuhan…
Andai aku bisa kembali
Aku berharap tidak ada lagi hal yang sama terjadi padaku,
Terjadi pada orang lain





Cuplikan di atas adalah sepenggal bait dari tulisan Keke, seorang penderita kanker ganas yang menyerang bagian wajah, Rabdomiosarkoma atau kanker jaringan lunak pertama di Indonesia. Keke atau Gita Sesa Wanda Cantika adalah seorang gadis remaja berusia 13 tahun ketika divonis memiliki penyakit kanker mematikan tersebut yang dapat membunuhnya dalam waktu 5 hari. Kanker jaringan lunak itu menggerogoti bagian wajahnya sehingga terlihat buruk menjadi seperti monster. Walau dalam keadaan sulit, Keke terus berjuang untuk tetap hidup dan tetap bersekolah layaknya gadis normal lainnya.



Mendengar vonis tersebut, sang Ayah, Joddy Tri Aprianto tidak menyerah. Ia terus berjuang agar sang putri kesayangannya itu dapat terlepas dari vonis kematiannya. Perjuangan sang ayah dalam menyelamatkan putrinya tersebut begitu mengharukan.

Perjuangan panjang Keke dalam melawan kanker ternyata membuahkan hasil. Kebesaran Tuhan membuatnya dapat bersama dengan keluarga serta sahabat yang ia cintai lebih lama. Keberhasilan Dokter Indonesia dalam menyembuhkan kasus kanker yang baru pertama kali terjadi di Indonesia ini menjadi prestasi yang membanggakan sekaligus membuat semua dokter di dunia bertanya-tanya.

Namun kanker itu kembali setelah sebuah pesta kebahagiaan sesaat. Keke sadar jika nafasnya di dunia ini semakin sempit. Ia tidak marah pada Tuhan, ia justru bersyukur mendapatkan sebuah kesempatan untuk bernafas lebih lama dari vonis 5 hari bertahan hingga 3 tahun lamanya, walau pada akhirnya ia harus menyerah. Dokter pun akhirnya menyerah terhadap kankernya. Di nafasnya terakhir itulah ia menuliskan sebuah surat kecil untuk Tuhan. Surat yang penuh dengan kebesaran hati remaja Indonesia yang berharap tidak ada lagi air mata di dunia ini terjadi padanya, terjadi pada siapapun.

Hingga pada tanggal 25 Desember 2006, Keke menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul 11 malam. Tepat setelah ia menjalankan ibadah puasa dan idul fitri terakhir bersama keluarga dan sahabat-sahabatnya. Namun kisahnya menjadi abadi. Ribuan air mata berjatuhan ketika biografi pertamanya ini dikeluarkan secara online. Pesan Keke terhadap dunia berhasil menyadarkan bahwa segala cobaan yang diberikan Tuhan adalah sebuah keharusan yang harus dijalankan dengan rasa syukur dan beriman.

Kisah perjuangan Keke ini pun sempat diulas dalam acara Kick Andy di Metro TV. Sebelumnya buku ini diterbitkan secara online oleh penulis, Agnes Davonar dan dibaca lebih dari 350.000 pengunjung. Namun, karena banyaknya pembaca yang terinspirasi oleh kisah ini, akhirnya buku ini dicetak secara luas dan terjual lebih dari 30.000 exemplar dalam waktu dua bulan dan telah diterbitkan pula di Taiwan dengan mencetak sukses yang sama.

Kisah Keke yang telah memasuki cetakan ketujuh ini pun akhirnya menginspirasi Skylar Pictures untuk mewujudkan pesan dan perjuanganya tersebut kepada dunia lewat layar lebar. Kita tunggu saja kemunculannya di bulan Februari 2011. Salam inspirasi.





 
Subscribe to Novel I-One

Enter your email address: