MEMPERKATAKAN MUHAMMAD ‘ABDUH DI NEGERINYA
Masuknya Agama Islam ke tanah air kami Indonesia, yang dahulunya biasa dinamai orang “Pulau-pulau Hindia Timur”, amat jauh berbeda dengan masuknya ke negeri yang lain. Memancarnya sinar Islam di negeri kami itu bukanlah karena dibawa oleh suatu misi tertentu atau angkatan perang tertentu. Kalau sejarah masuknya Islam ke negeri Mesir ini dimulai dengan datangnya Sayyidina Amr ibn Al-Ash, dan masuknya ke Afrika karena kedatangan Sayyidina Okbah bin Nafi’, dan masuknya ke Andalusia karena Thariq bin Ziyad mengharung lautan menepat kepada bukit yang kemudian dinamai dengan namanya , dan masuknya ke India dengan kedatangan Muhammad bin Qasim, maka yang membawa Islam ke Indoensia adalah “Pahlawan yang tidak dikenal”!
Masuknya Agama Islam ke tanah air kami Indonesia, yang dahulunya biasa dinamai orang “Pulau-pulau Hindia Timur”, amat jauh berbeda dengan masuknya ke negeri yang lain. Memancarnya sinar Islam di negeri kami itu bukanlah karena dibawa oleh suatu misi tertentu atau angkatan perang tertentu. Kalau sejarah masuknya Islam ke negeri Mesir ini dimulai dengan datangnya Sayyidina Amr ibn Al-Ash, dan masuknya ke Afrika karena kedatangan Sayyidina Okbah bin Nafi’, dan masuknya ke Andalusia karena Thariq bin Ziyad mengharung lautan menepat kepada bukit yang kemudian dinamai dengan namanya , dan masuknya ke India dengan kedatangan Muhammad bin Qasim, maka yang membawa Islam ke Indoensia adalah “Pahlawan yang tidak dikenal”!
Pembawa obor Islam yang mula-mula ke Indonesia adalah kaum saudagar, yang disamping mereka berniaga berjual-beli, langsung menyiarkan agama Islam. Sebagaimana tuan-tuan ketahui, hubungan perniagaan diantara India dengan Tiongkok sudah lama benar, melalui Laut Merah dan Selat Malaka. Oleh sebab itu tidaklah dapat ditentukan dengan pasti bilakah masa, tahun dan tanggal mulai masuknya Islam ke Indonesia.
Ahli sejarah ada yang berkata bahwa di zaman pemerintahan Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang kedua, telah didapat sekelompok keluarga orang Arab di Pesisir Barat pulau Sumatera. Artinya sebelum habis 100 tahun setelah Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat. Tetapi di kurun-kurun ketiga dan keempat Hijriah, di zaman keemasan Daulah Bani Abbas di Baghdad sudahlah banyak pelajar dan pengembara bangsa arab itu memperkatakan pulau Sumatera, ketika mereka membicarakan suatu Kerajaan Buddha yang dikenal dalam kitab-kitab mereka dengan nama “Syarbazah” atau Kerajan Sriwijaya yang terletak di Palembang, Ibu Negeri Sumatera Selatan sekarang ini.
Tetapi setelah Indoensia jatuh ke bawah cerpu telapak kaki penjajah Belanda, mereka menetapkan saja bahwa Islam masuk ke Indonesia di dalam kurun Ketiga Belas Masehi, karena di abad itulah berdiri Kerajaan Islam di Pasai, Aceh. Memang sudah menjadi adapt penyusun sejarah di masa lampau, memulai sejarah dengan berdirinya satu kerajaan. Padahal sudah barang tentu bahwa bukanlah kerajaan yang berdiri lebih dahulu sebelum ada rakyat.
Didalam abad-abad keempat belas dan kelima belas Masehi, berdirilah dan tegak dengan megahnya Kerajaan Islam di Semenanjung Tanah Melayu, yaitu Kerajaan Malaka. Bersamaan dengan itu berdiri pula Kerajaan Islam di Maluku (yang waktu itu meliputi juga Irian Barat) yang terletak di Ternate. Dan sebelum itu, sebagaimana saya katakana tadi, yang tertua ialah Kerajaan Pasai di Aceh itu.
Tetapi dipermulaan abad keenam belas, yaitu tahun 1511, didorong oleh rasa benci yang sangat mendalam diantara kerajaan-kerajaan Kristen bekas Perang Salib dan sesudah runtuhnya Kerajaan Islam di Andalus, bangsa Portugis telah menyerang Malaka sehingga jatuh. Dan diakhir abad itu, yaitu tahun 1596, masuklah Belanda ke pelabuhan Banten yang permai, terletak di Pulau Jawa sebelah Barat. Setelah itu, satu demi satu masuklah pengaruh mereka menaklukkan, kadang-kadang secara kekerasan dan kadang-kadang secara tipuan, baik di Jawa atau di Sumatera atau di pulau-pulau yang lain.
Maka dengan segala daya dan upaya, tipu dan daya, berusahalah mereka menghapus pengaruh Islam yang menjadi sendi kekuatan bangsa Indonesia itu, baik denganpedang ataupun dengan siasat lain. Maka dalam masa 442 tahun di Semenanjung Tanah Melayu (yang telah mencapai kemerdekaannya 31 Agustus 1957 yang lalu), dan 350 tahun di Indonesia, mereka berusaha keras memadamkan cahaya Islam. Tetapi Allah tidak mau melainkan disempurnakanNya juga cahayaNya, bagaimanapun juga orang kafir menolaknya!
Sesudah masuknya Portugis sebagai pembuka jalan, datanglah gelombang penjajah yang lain; Belanda, Perancis, Inggris, dan Spanyol di pulau-pulau Pilipina. Hampir 4 abad lamanya kami berjuang untuk tetap hidup, kami berjuang untuk mempertahankan supaya agama kami jangan hapus karena pengaruh kekuasaan asing yang berbeda agama itu. Segala sesuatu telah diambil dengan paksa dari tangan kami, sejak dari kekuasaan raja-raja kami sampai kepada kekayaan tanah kami yang subur dan pusaka nenek moyang kami. Sehinga yang tinggal pada kami hanyalah satu saja lagi, yng mereka tidak sanggup mengambilnya, yaitu Iman dan kepercayaan kami yang dalam dan teguh, yaitu “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah!”.
Itulah dia obor kami, yang menerangi kami jalan menuju Kebebasan dan Kemerdekaan. Dan akhirnya keduanya dapat juga kami capai, Alhamdulillah!
Sesudah Perang Salib dan sesudah runtuhnya kerajaan Bani Abbas di Baghdad ditangan Moghul dan Tartar, dan sesudah riwayat sedih Kaum Muslimin di Spanyol, boleh dikatakan Islam menghadapi pengalaman-pengalaman yang pahit, dan nyarislah Matahari Islam pudar cahayanya di seluruh Alam Islamy. Tetapi kami bangsa Indonesia dan Melayu menderita lebih sengsara dan lebih pahit. Karena cengkeraman penjajahan itu, kamilah yang lebih dahulu menderita, sebelum negara-negara Islam yang lain. Dan senjata kami yang tinggal satu-satunya, sebagaimana saya nyatakan tadi, hanyalah Iman yang teguh kepada Allah!
Tetapi darimana kami akan mencari batu ujian peneguhan Iman itu? Padahal negeri kami jauh dari pusat-pusat kegiatan Islam? Dan Alam Islamy itu sendiri yang akan kami jadikan suri tauladan telah jatuh pula ke jurang yang membawa kebekuan berfikir. Diwaktu itu ajaran tasawuf yang salah, yang membawa jumud dan menyerah diri, yang mengajarkan “Muutu qabla an tamuutu” (matilah sebelum mati) telah berpengaruh di mana-mana. Dan musuh belum juga berpuas hati sebelum kekuatan kami mereka hancurkan. Dan bekas dari ajaran-ajaran yang lama, baik Brahmana ataupun Buddha belum pula hilang sama sekali.
Meskipun begitu nasib kami di waktu itu, namun semasa demi semasa meletus juga pemberontakan melawan penjajahan itu, dan pemimpinnya ialah Pahlawan-pahlawan Islam belaka. Seumpama Al-Amir Diponegoro ditanah Jawa yang bercita-cita hendak mendirikan sebuah Daulah Islamiyah buat seluruh Jawa. Dan Tuanku Imam di Bonjol, Sumatera Barat, Minangkabau, yang terpengaruh oleh ajaran Wahhabi, dan Syeikh di Tiro di Aceh yang hendak membersihkan Aceh dari kafir dan lain-lain. Semuanya memanggul senjata memerangi pemerintahan asing dan penjajahan Belanda, mengambil sumber kekuatan dari Iman kepada Allah yang pasti akan menolong mereka, cepat atau lambat! Karena Tuhan berjanji “Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu pula dan memperteguh tegakmu”
Maka adalah diantara mereka yang mencapai syahidnya di medan perang dan diantara mereka yang meninggal di tanah pembuangan. Perlawanan itu semuanya dapat dipatahkan, karena musuh lebih banyak bilangannya dan lebih lengkap senjatanya. Tetapi mereka itu tetap kekal dalam ingatan dan jiwa bangsa Indonesia dan kepahlawanan mereka menjadi obor pemancar sinar dalam ingatan dan jiwa bangsa Indonesia didalam menuju kemuliaan dan kemerdekaan. Dan nyaris juga kekalahan-kekalahan pahlawan itumenimbulkan putus asa dan patah semangat, tetapi obor itu tidaklah sampai padam, untuk menimbulkan cita-cita dan mengembalikan kemuliaan Islam.
Dalam masa-masa demikian berangkatlah beberapa anak Indonesia ke Makkah Al-Mukarramah untuk menunaikan rukun haji dan menambah ilmu pengetahuan Islam. Diantaranya ialah Syeikh Nawawi Bantam, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan lain-lain. Mereka pelajari tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh dan lain-lain. Maka ada diantara mereka yang pulang ke Indonesia, tetapi tidaklah mereka membawa fikiran baru untuk kebangkitan, karena Makkah pada waktu itupun masih diliputi suasana taqlid. Dan guru-guru mereka mengajarkan bahwa Pintu Ijtihad telah tertutup buat selamalamanya, sebab orang yang dahulu tidak ada lagi meninggalkan perkara yang akan dibicarakan. Dan setengah dari mereka pula tidak mau pulang lagi ke Indonesia, karena tidak tahan hati melihat negerinya yang telah terjajah, lalu berdiam di Makkah sampai wafatnya, memilih mati di tanah suci.
( Password : Novel I-One )
1 komentar:
yang butuh angka hasil ritual ghoib jitu
,2d_3d_4d_5d_6d, telpon eyang woro manggolo di nomor ini
(_082_391_772_208_) terima kasih
Post a Comment