Lailatul Qadr
Terkadang, dalam bahasa Arab, kata malam hari digunakan terhadap malam hari bersama siangnya, demikian pula sebaliknya bahwa kata siang hari kadang dimaksudkan dengan siang hari bersama malamnya sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an pada kisah Nabi Zakariya bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :
“(Zakariya) berkata, ‘Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung).’
(Allah) berfirman, ‘Tandanya bagimu adalah kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat.’.” [Âli ‘Imrân: 41]
“(Zakariya) berkata, ‘Wahai Rabb-ku, berilah aku suatu tanda.’ (Allah) berfirman, ‘Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.’.” [Maryam: 10]
Adapun secara bahasa, al-qadr adalah mashdar yang berasal dari ( َرَ(َ ُرِ(ْ)َ اًرَْ(َ ). Kata ini bisa dibaca al-qadar (huruf dal-nya difathah) bisa juga dibaca al-qadr (huruf dal-nya disukun). Ibnu Faris menerangkan bahwa kata qadr, yang tersusun dari huruf qaf, dal, dan ra, menunjukkan akan jumlah, bentuk, dan akhir sesuatu.
Selain itu, kata al-qadar juga bermakna ketentuan yang sudah diputuskan sebagaimana banyak digunakan dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits. Kata al-qadr juga kadang bermakna penyempitan seperti dalam firman-Nya :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah berupa harta yang diberikan oleh Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar sesuatu yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [Ath-Thalaq: 7]
Al-Hâfizh Ibnu Hajar menyebutkan sisi lain dari keterkaitan lailatul qadr dengan makna penyempitan, yaitu lailatul qadr terkesan sempit karena penentuannya adalah hal yang tersembunyi, tidak dipastikan.
Pendapat keempat, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah menurunkan Al-Qur`an yang merupakan kitab yang penuh dengan keagungan dan kemuliaan.
Demikian beberapa pendapat ulama yang, jika diperhatikan secara saksama, tidaklah saling bertentangan, bahkan seluruh kandungan pendapat itu menunjukkan keagungan dan kemulian lailatul qadr.
Reff :
dzulqarnain.net
islamicandmedicalupdates.blogspot.com
Frasa lailatul qadr terdiri dari dua kata, yaitu kata laila dan kata al-qadr. Laila berarti malam hari. Dalam bahasa Arab, penggunaan kata malam hari bermula dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar subuh.
Terkadang, dalam bahasa Arab, kata malam hari digunakan terhadap malam hari bersama siangnya, demikian pula sebaliknya bahwa kata siang hari kadang dimaksudkan dengan siang hari bersama malamnya sebagaimana digunakan dalam Al-Qur`an pada kisah Nabi Zakariya bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :
“(Zakariya) berkata, ‘Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung).’
(Allah) berfirman, ‘Tandanya bagimu adalah kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat.’.” [Âli ‘Imrân: 41]
Dalam ayat di atas, disebut tiga hari, sedangkan pada ayat lain, disebut tiga malam.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :
“(Zakariya) berkata, ‘Wahai Rabb-ku, berilah aku suatu tanda.’ (Allah) berfirman, ‘Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.’.” [Maryam: 10]
Adapun secara bahasa, al-qadr adalah mashdar yang berasal dari ( َرَ(َ ُرِ(ْ)َ اًرَْ(َ ). Kata ini bisa dibaca al-qadar (huruf dal-nya difathah) bisa juga dibaca al-qadr (huruf dal-nya disukun). Ibnu Faris menerangkan bahwa kata qadr, yang tersusun dari huruf qaf, dal, dan ra, menunjukkan akan jumlah, bentuk, dan akhir sesuatu.
Selain itu, kata al-qadar juga bermakna ketentuan yang sudah diputuskan sebagaimana banyak digunakan dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits. Kata al-qadr juga kadang bermakna penyempitan seperti dalam firman-Nya :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah berupa harta yang diberikan oleh Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar sesuatu yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [Ath-Thalaq: 7]
Juga dalam firman-Nya :
“Adapun, bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Rabb-ku menghinakanku.’.” [Al-Fajr: 16]
“Adapun, bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Rabb-ku menghinakanku.’.” [Al-Fajr: 16]
SEBAB PENAMAAN LAILATUL QADR
Para ulama membahas penyebab yang menjadikan lailatul qadr disebut dengan nama demikian. Ada beberapa pendapat dalam hal ini yang uraiannya sebagai berikut :
Para ulama membahas penyebab yang menjadikan lailatul qadr disebut dengan nama demikian. Ada beberapa pendapat dalam hal ini yang uraiannya sebagai berikut :
Pendapat pertama, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menakdirkan segala ketentuan yang berkaitan dengan makhluk yang akan terjadi pada tahun itu. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas radhiyallâhu ‘anhu dan sejumlah ulama lain. Sebagian ulama menganggap itu sebagai pendapat kebanyakan ahli tafsir.
Pendapat ini bisa dikuatkan dengan firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ :
“Pada malam itu, dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhân: 4]
Pendapat ini bisa dikuatkan dengan firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ :
“Pada malam itu, dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [Ad-Dukhân: 4]
Pendapat kedua, dinamakan lailatul qadr karena keagungan dan kemuliaannya.
Dalam bahasa Arab, bila dikatakan bahwa si fulan memiliki qadr, berarti dia memiliki kedudukan dan kemulian. Demikian pendapat Imam Az-Zuhry rahimahullâh dan selainnya. Pendapat ini bisa dipahami dari firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ :
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” [Al-Qadr: 3]
Dalam bahasa Arab, bila dikatakan bahwa si fulan memiliki qadr, berarti dia memiliki kedudukan dan kemulian. Demikian pendapat Imam Az-Zuhry rahimahullâh dan selainnya. Pendapat ini bisa dipahami dari firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ :
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” [Al-Qadr: 3]
Ayat di atas menunjukkan keagungan lailatul qadr bahwa malam itu lebih baik daripada seribu bulan. Keagungan lailatul qadr ini kembali kepada dua hal:
- Kembali kepada pelaku. Siapa saja yang mengerjakan amalan ketaatan pada malam itu, dia akan menjadi pemilik keagungan dan kemuliaan.
- Kembali kepada amalan perbuatan, yaitu setiap amalan ketaatan pada malam itu adalah amalan yang sangat agung dan mulia, yang keutamaan dan kemuliaannya berrnilai seribu kali lipat dibanding dengan amalan pada malam lain.
Pendapat ketiga, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, bumi menjadi sempit dan sesak oleh para malaikat. Oleh karena itu, kata qadr dalam hal ini bermakna penyempitan. Pendapat ini bisa dikuatkan oleh sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang lailatul qadr :
“Sesungguhnya (lailatul qadr) itu (berada pada) malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan, dan sesungguhnya para malaikat di muka bumi pada malam itu lebih banyak daripada jumlah batu-batu kerikil.”
“Sesungguhnya (lailatul qadr) itu (berada pada) malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan, dan sesungguhnya para malaikat di muka bumi pada malam itu lebih banyak daripada jumlah batu-batu kerikil.”
Al-Hâfizh Ibnu Hajar menyebutkan sisi lain dari keterkaitan lailatul qadr dengan makna penyempitan, yaitu lailatul qadr terkesan sempit karena penentuannya adalah hal yang tersembunyi, tidak dipastikan.
Pendapat keempat, dinamakan lailatul qadr karena, pada malam itu, Allah menurunkan Al-Qur`an yang merupakan kitab yang penuh dengan keagungan dan kemuliaan.
Demikian beberapa pendapat ulama yang, jika diperhatikan secara saksama, tidaklah saling bertentangan, bahkan seluruh kandungan pendapat itu menunjukkan keagungan dan kemulian lailatul qadr.
( Password : Novel I-One )
dzulqarnain.net
islamicandmedicalupdates.blogspot.com
2 komentar:
Subhanallah.. semoga kita mendapatkan keutamaan malam lailatul qodar ya mas.. amiin.. :)
sejuk damai sekali.. :) .
Post a Comment