Jemari Srikandi yang meruncing halus itu tiada henti merangkai bunga gambir dan melati. Dia melihat hasil bunga yang dirangkainya dengan seksama, seulas senyum kecil tersungging di bibirnya. Berkatalah ia pada inang pengasuhnya “biyung emban siapakah kira-kira yang pantas memakai karangan bunga yang kususun sendiri ini biyung?”
Nyai emban melakukan sembah dan menjawab “siapa lagi kalau bukan adik paduka sendiri, Raden Drustajumna”
Mendengar jawaban itu Srikandi segera memotong “ah terlampau bagus untuknya, menurut perasaanku hanya Raden Arjuna dari madukara saja yang pantas memakai rangkaian bunga ini biyung”
Biyung emban pun berkata “tapi kenapa harus Raden Arjuna gusti putri? Bukankah Raden Drustajumna adalah adik kandung gusti putri? Sedangkan Raden Arjuna itu hanyalah kerabat saja, kekasih bukan apalagi suami juga pasti bukan”
Dengan nada tinggi Srikandi menjawab “jadi maksudmu aku tak pantas bersanding dengan Raden Arjuna? Gitu biyung!”
“loh memangnya gusti putri berniat menjadi istrinya Raden Arjuna?” tanya si emban dengan kaget.
Srikandi tersipu malu dan menjawab “memang kenapa kalau aku mau menjadi istri Raden Arjuna biyung? Apakah tidak boleh?”
“tentu saja tidak boleh gusti putri! Karena meskipun Raden Arjuna itu terkenal gagah dan tampan serta sakti mandraguna, tetapi sudah bukan rahasia lagi kalau Raden Arjuna itu bajul buntung yang suka menebar cinta dimana-mana, Istri dan kekasihnya berjibun dimana-mana. Aduh… aduh… aduh… pokoknya lupakan saja Raden Arjuna itu gusti putri. Lagi pula menurut kabar yang hamba terima, gusti putri akan segera dijodohkan dengan Prabu Jungkurmadea dari Paranggubarja”
Mendengar hal itu Srikandi sontak kaget dan langsung berdiri “dari mana kamu mendengar kabar itu biyung?”
“ampun gusti putri, hamba mendengar ini dari para penjaga yang mengatakan bahwa tadi pagi ada utusan dari Prabu Jungkumardea yang hendak melamar gusti putri”
Tak lama setelah emban mengatakan itu, nampaklah kedatangan Permaisuri Cempalareja Dewi Gandawati diiringi dengan dayang-dayangnya.
Melihat kedatangan ibundanya terebut Srikandi langsung berlari dan memeluk kaki ibunya. Sambil menangis dia berkata “Ampun kanjeng ibu, apa salah anakmu ini sehingga kanjeng romo dan kanjeng ibu mau menjodohkan aku dengan seorang yang tak dikenal?”
Melihat ulah anaknya itu Dewi Gandawati jadi terharu dan memeluk putrinya “ah tidak putriku romo dan ibundamu ini hanya merasa sudah waktunya kamu untuk memiliki seorang suami pendamping hidup dan kebetulan sekali Prabu Jungkumardea adalah seorang raja yang masih jejaka dari Kerajaan Paranggubarja ingin menjadikanmu sebagai permaisurinya, tentu saja Romo dan bundamu ini menerimanya dengan senang hati”.
“pokoknya putrimu ini tidak sudih, lebih baik jadi wadat tidak menikah seumur hidup, daripada harus menikah dengan orang yang tak dikenal” mendengar jawaban tersebut Dewi Gandawati berkata “aduh putriku, pikirkanlah nasib kerajaan ini jika engkau menolak lamaran Raja Paranggubarja itu, sudah pasti akan terjadi perang yang tentunya akan merugikan rakyat banyak, pikirkanlah tentng hal itu anakku”.
Srikandi diam sesaat seperti memikirkan sesuatu, kemudian dia berkata “baiklah ibu, berikanlah putrimu ini waktu selama tujuh hari untuk melakukan tapa brata agar bisa memikirkan hal ini dengan baik” sambil menghela napas panjang dan mengelus rambut p[utrinya Dewi Gandawati berkata “baiklah anakku pikirkanlah hal ini dengan baik, biar bundamu ini yang akan melaporkan pada romomu”
Setelah itu Dewi Gandawati pun pergi dan Srikandi kembali ke kamarnya, akan tetapi alih-alih bersiap-siap untuk melakukan tapa brata, Srikandi malah mengemasi pakaiannya dan diam-diam pergi keluar istana menuju Madukara untuk menemui Arjuna.
Setibanya di Madukara, Srikandi menyelinap masuk ke Taman Maduganda. Untuk menarik perhatian Arjuna, dipetiklah setiap bunga-bunga yang ada dan sebarkannya di setiap jalan yang dilewatinya.
Arjuna yang datang diiringi Semar, Gareng, Petruk dan Bagong memasuki taman Maduganda. Dia sangat terkejut serta marah melihat taman kesayangannya menjadi rusak dan bunga-bunga jatu berserakan di sepanjang jalan. Dengan marah dia berkata “siapa ini orangnya berani merusak tamanku, memetik bunga-bunga dan dibuang disepanjang jalan? Sungguh berani mati! Aku bersumpah kalau ia laki-laki akan kupotong lehernya, kalau perempuan biasa akan kupotong tangannya, dan jika ia perempuan cantik maka akan aku sekap selama tujuh hari tujuh malam dalam kamarku”.
Baru saja kata-katanya selesai diucapkan, dilihatnya ada seorang putri cantik berdiri tidak jauh dari situ “ee.. ternyata dinda Srikandi ptri ayu dari Cempalareja yang merusak tamanku. Apa boleh buat harus kena hukuman karena sudah menjadi sumpahku harus kusekap selama tujuh hari tujuh malam dalam kamarku.
Nyai emban melakukan sembah dan menjawab “siapa lagi kalau bukan adik paduka sendiri, Raden Drustajumna”
Mendengar jawaban itu Srikandi segera memotong “ah terlampau bagus untuknya, menurut perasaanku hanya Raden Arjuna dari madukara saja yang pantas memakai rangkaian bunga ini biyung”
Biyung emban pun berkata “tapi kenapa harus Raden Arjuna gusti putri? Bukankah Raden Drustajumna adalah adik kandung gusti putri? Sedangkan Raden Arjuna itu hanyalah kerabat saja, kekasih bukan apalagi suami juga pasti bukan”
Dengan nada tinggi Srikandi menjawab “jadi maksudmu aku tak pantas bersanding dengan Raden Arjuna? Gitu biyung!”
“loh memangnya gusti putri berniat menjadi istrinya Raden Arjuna?” tanya si emban dengan kaget.
Srikandi tersipu malu dan menjawab “memang kenapa kalau aku mau menjadi istri Raden Arjuna biyung? Apakah tidak boleh?”
“tentu saja tidak boleh gusti putri! Karena meskipun Raden Arjuna itu terkenal gagah dan tampan serta sakti mandraguna, tetapi sudah bukan rahasia lagi kalau Raden Arjuna itu bajul buntung yang suka menebar cinta dimana-mana, Istri dan kekasihnya berjibun dimana-mana. Aduh… aduh… aduh… pokoknya lupakan saja Raden Arjuna itu gusti putri. Lagi pula menurut kabar yang hamba terima, gusti putri akan segera dijodohkan dengan Prabu Jungkurmadea dari Paranggubarja”
Mendengar hal itu Srikandi sontak kaget dan langsung berdiri “dari mana kamu mendengar kabar itu biyung?”
“ampun gusti putri, hamba mendengar ini dari para penjaga yang mengatakan bahwa tadi pagi ada utusan dari Prabu Jungkumardea yang hendak melamar gusti putri”
Tak lama setelah emban mengatakan itu, nampaklah kedatangan Permaisuri Cempalareja Dewi Gandawati diiringi dengan dayang-dayangnya.
Melihat kedatangan ibundanya terebut Srikandi langsung berlari dan memeluk kaki ibunya. Sambil menangis dia berkata “Ampun kanjeng ibu, apa salah anakmu ini sehingga kanjeng romo dan kanjeng ibu mau menjodohkan aku dengan seorang yang tak dikenal?”
Melihat ulah anaknya itu Dewi Gandawati jadi terharu dan memeluk putrinya “ah tidak putriku romo dan ibundamu ini hanya merasa sudah waktunya kamu untuk memiliki seorang suami pendamping hidup dan kebetulan sekali Prabu Jungkumardea adalah seorang raja yang masih jejaka dari Kerajaan Paranggubarja ingin menjadikanmu sebagai permaisurinya, tentu saja Romo dan bundamu ini menerimanya dengan senang hati”.
“pokoknya putrimu ini tidak sudih, lebih baik jadi wadat tidak menikah seumur hidup, daripada harus menikah dengan orang yang tak dikenal” mendengar jawaban tersebut Dewi Gandawati berkata “aduh putriku, pikirkanlah nasib kerajaan ini jika engkau menolak lamaran Raja Paranggubarja itu, sudah pasti akan terjadi perang yang tentunya akan merugikan rakyat banyak, pikirkanlah tentng hal itu anakku”.
Srikandi diam sesaat seperti memikirkan sesuatu, kemudian dia berkata “baiklah ibu, berikanlah putrimu ini waktu selama tujuh hari untuk melakukan tapa brata agar bisa memikirkan hal ini dengan baik” sambil menghela napas panjang dan mengelus rambut p[utrinya Dewi Gandawati berkata “baiklah anakku pikirkanlah hal ini dengan baik, biar bundamu ini yang akan melaporkan pada romomu”
Setelah itu Dewi Gandawati pun pergi dan Srikandi kembali ke kamarnya, akan tetapi alih-alih bersiap-siap untuk melakukan tapa brata, Srikandi malah mengemasi pakaiannya dan diam-diam pergi keluar istana menuju Madukara untuk menemui Arjuna.
Setibanya di Madukara, Srikandi menyelinap masuk ke Taman Maduganda. Untuk menarik perhatian Arjuna, dipetiklah setiap bunga-bunga yang ada dan sebarkannya di setiap jalan yang dilewatinya.
Arjuna yang datang diiringi Semar, Gareng, Petruk dan Bagong memasuki taman Maduganda. Dia sangat terkejut serta marah melihat taman kesayangannya menjadi rusak dan bunga-bunga jatu berserakan di sepanjang jalan. Dengan marah dia berkata “siapa ini orangnya berani merusak tamanku, memetik bunga-bunga dan dibuang disepanjang jalan? Sungguh berani mati! Aku bersumpah kalau ia laki-laki akan kupotong lehernya, kalau perempuan biasa akan kupotong tangannya, dan jika ia perempuan cantik maka akan aku sekap selama tujuh hari tujuh malam dalam kamarku”.
Baru saja kata-katanya selesai diucapkan, dilihatnya ada seorang putri cantik berdiri tidak jauh dari situ “ee.. ternyata dinda Srikandi ptri ayu dari Cempalareja yang merusak tamanku. Apa boleh buat harus kena hukuman karena sudah menjadi sumpahku harus kusekap selama tujuh hari tujuh malam dalam kamarku.
0 komentar:
Post a Comment