Hhhh... indah sekali. Sesederhana itu. Dan saya jatuh cinta. Seketika.
Haha.. saya tidak sedang menulis tentang seseorang. Tapi tentang sesuatu. Sebuah buku. Mmh.. sebuah novel tepatnya. Seorang teman merekomendasikannya awal Desember kemarin. Dan saya menemukannya beberapa hari yang lalu. Tadinya saya sempat hopeless. Wong, saya browsedi toko buku online langganan saya aja – yang super update itu -- gak ketemu. Eh, ternyata saya menemukannya secara tidak sengaja pas lunch break jum’at siang di Gramedia, Plangi. Yee, itu kan toko buku besar, kenapa gak dari kemarin aja ke sana, haha.. iya, soalnya ga sempat. Lagipula saya pikir, sepertinya tidak mugkin ada di Gramedia kalau di toko buku onlinenya aja nihil. Yaah, ternyata saya salah. Dan akhirnya saya mencatat rekor belanja buku tercepat. Pffiuhh...
Saya menemukannya di deretan buku-buku baru. Agak tersembunyi. Yah, pertama memang karena covernya gak eye catching – hitam suram dengan guratan-guratan biru kelam. Terus judulnya juga gak komersil : Negara Kelima. Terakhir, nama pengarangnya juga ga menjual : ES Ito. Hehe.. dasar desi, komentator sejati. Tapi toh saya tidak sempat berpikir dua kali, tidak sempat intip-intip isi novelnya (iyalah, kan diplastikin), tidak sempat pilih-pilih cetakan yang lebih bagus, segera novel itu saya bawa lari ke Kassa. Pertama karena hp saya berdering terus dengan suara galak plus ancaman teman kantor saya diujung sana kalau gak keluar Gramedia sekarang juga ditinggal pulang ke kantor – hiyyy galak deh, maklum, hampir lewat jam satu. Kedua, dan yang paling penting, karena saya mengenal pengarangnya.
’ES Ito, lahir pada tahun seribu sembilan ratus delapan puluh satu. Ibunya seorang petani, bapaknya seorang pedagang.’
Yupp, hanya itu saja keterangan tentang penulis. Letaknya di halaman terakhir. Dia ingin menyembunyikan identitasnya. Dan saya akan menghargainya dengan tidak menyebutkan secara eksplisit namanya. Tapi dia senior saya di kampus. Salah seorang aktivis kampus. Dulu, saya biasa membaca guratan-guratan pikirannya di mading BOE (Badan Otonom Economica FEUI) dengan pegal. Lho, kok pegal? hehe.. kan bacanya sambil berdiri. Dan tulisannya bisa berlembar-lembar panjangnya. Sarat akan semangat, gelisah dan harapan akan sebuah perubahan. Penuh realita.
Hhm.. tadinya saya berpikir jangan-jangan saya akan menemukan realita juga di novel ini. Bukan jenis tulisan yang akan saya pilih saat week end. Saya lebih menyukai negeri-negeri dongeng pada sebuah novel. Tentang mimpi dan cita-cita. Yah, tipikal LOTR, Harry Potter atau novel-novel indah yang sarat akan rasa-nya FLP. Hahha.. karena alasan sederhana, kita terbiasa melihat realita di sekitar kita. Di kereta api. Di tivi. Di kampus. Di kantor. Di jalanan. Dan bisa jadi pikiran kita akan terlampau penat. Sedang kita harus belajar untuk bermimpi. Tentang sesuatu yang lebih baik. Sesuatu yang lebih indah. Yah, begitulah...
Negara Kelima ~ Editor By. I-One
0 komentar:
Post a Comment